Minggu, 08 Januari 2012

Rihlah spritual Syaikhina Maimoen Zuber ke MAROKO

BERSILATURRAHIM KE NEGERI IBNU BATUTAH

Tim Website
Melalui hubungan diplomasi yang baik antara dua negara Indonesia - Maroko, Indonesia mulai dikenal oleh masyarakat Maroko. Berbagai tokoh penting Indonesia mulai berkunjung ke Maroko guna untuk menjalin dan melestarikan hubungan persaudaraan antar dua negara tersebut.
Tepat pada tanggal 13 September 2011, salah satu tokoh terkemuka Indonesia kembali menginjakkan kaki di bumi seribu benteng ini, yakni KH. Maimun Zubair pendiri dan pengasuh Ponpes Al Anwar Sarang Rembang. Mbah Maimoen, biasa dipanggil, bersama rombongan tiba di Bandara Muhammad V Casablanca dan kemudian menuju Rabat, ibukota Maroko. Dalam kesempatan ini, beliau menyampaikan ceramah di Fakultas Sastra dan Humaniora, Universitas Ibnu Tofail (UIT), Kenitra (30 km dari Rabat), Maroko, pada tanggal 14 September 2011. Ulama kharismatik yang akrab disapa dengan panggilan Mbah Maimoen itu memberikan ceramah yang berjudul "Perkembangan dan Kemajuan Islam di Indonesia". Dalam ceramah yang menggunakan bahasa Arab ini, Mbah Maimoen menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia sejak awal hingga saat ini, serta peran ulama Timur Tengah terutama Maroko dalam menyebarkan dakwah Islam di Indonesia.
"Masyarakat muslim Indonesia sesungguhnya mencintai Maroko secara zohir dan batin sejak dahulu kala", ujar Mbah Maimoen dengan penuh semangat di usianya yang telah cukup sepuh. Mbah Maimoen menjelaskan bahwa masyarakat di Indonesia mengenal Maroko sejak Ibnu Batutah, pengelana muslim termasyhur, menginjakkan kaki di Nusantara. Dan hingga saat ini kitab-kitab ulama Maroko menjadi pelajaran wajib bagi pesantren-pesantren di Indonesia seperti kitab dasar Nahwu Al Ajurrumiyah karya Imam Sonhaji dan kitab amalan harian Dalalil Al Khairat karya Imam Jazuli dipakai oleh mayoritas muslim di Indonesia. "Kitab dasar nahwu al-Ajurrumiyah karya Imam Sonhaji dan kitab amalan harian Dalalil Al Khairat karya Imam Jazuli dipakai oleh mayoritas muslim di Indonesia. Hubungan Indonesia-Maroko sesungguhnya seperti hubungan murid dan guru," ungkapnya.
Acara dimulai dengan pembukaan yang disampaikan oleh Dr. Maryam Eit Ahmad, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Ibnu Tofail (UIT). Dalam pembukaan tersebut beliau mengatakan bahwa hubungan antara Indonesia dan Maroko sudah terjalin sejak dulu, dimulai dengan datangnya Ibnu Bathutah ke Indonesia kemudian diiringi oleh kontribusi Presiden Soekarno dalam mendukung kemerdekaan Maroko di Kongres Asia-Afrika di Bandung dan dilanjutkan dengan kunjungan beberapa tokoh penting Indonesia ke Maroko. Beliau juga menceritakan beberapa pengalaman yang mengesankan selama kunjungannya bersama rombongan ke Indonesia.
Mbah Kyai mengatakan bahwa dalam proses belajar yang dijalaninya tidak lepas dari masjid. "Dulu ketika masih diasuh oleh ayah saya ikut ngaji di masjid, kemudian ketika mondok di Lirboyo juga ngaji di masjid dan akhirnya ketika di Makkah ngaji bersama Syeikh Amin Qutbi, dan Syeikh Alawi Almaliki juga di masjid, jadi bagi saya masjid mempunyai keistimewaan tersendiri yaitu tempat yang istimewa untuk ilmu dan ibadah," tegasnya.
Mbah Maimoen mengatakan Indonesia dan Maroko bagaikan masyrik dan maghrib, masyrik dan maghrib adalah dua hal yang menyatu, persatuan antara keduanya itulah bukti dari kejayaan islam. "Bagi Indonesia Maroko adalah markas Islam, karena Islam di Indonesia dikenalkan oleh Ibnu Bathutah dan Ibnu Bathutah adalah orang Maroko," ujar mbah kyai yang membuat hadirin tersenyum.
Pada sesi tanya jawab, para hadirin banyak mengungkapkan kekaguman mereka terhadap islam di Indonesia yang menjadi contoh nyata Islam yang moderat dan mampu berdialog dengan kemajuan zaman serta berhasil membangun teknologi dan menjadi kekuatan ekonomi dunia yang diperhitungkan. "Maroko dengan ulama-ulamanya mungkin telah ikut berperan bagi Islam di Indonesia pada awal penyebarannya, tapi saat ini Maroko butuh peran Indonesia untuk dapat saling belajar dan bertukar pengalaman dengan segala kemajuan yang telah dicapai Indonesia, terlebih lagi Indonesia adalah negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia saat ini", ungkap Prof Dr. Mariam Ait Ahmed dari UIT yang memimpin forum ceramah tersebut.
Forum yang terselenggara berkat kerjasama KBRI Rabat dengan UIT ini di hadir oleh Duta Besar RI untuk kerajaan Maroko Tosari Widjaja dan Ibu, Rektor UIT Prof. Abderrahmane Tenkoul, Dekan Fakultas Sastra & Humaniora Prof. Dr. Abdelhanine Belhaj, Ketua Program Studi Islam Prof. Dr. Salam Abrich, para staf KBRI Rabat, dosen, mahasiswa dari berbagai fakultas di UIT serta Pehimpunan Pelajar Indonesia di Maroko.
Di akhir forum Mbah Maimoen menerima cinderamata penghargaan dari Dr. Ahmed El Mahmoudi berupa kitab Tasawuf Al Durroh Al Kharidah Syarh Al Yaqutah Al Faridah karangan ulama Maroko Muhammad Abdul Wahid As Sousi. Dalam kunjungan Muhibbah pertama kalinya ke Maroko ini, Mbah Maimoen akan bertemu Sekjen Majli Ilmy (Majlis Ulama) Maroko Prof. Dr. Ahmed Yesif, Mursyid Agung Toriqoh Tijaniyah Syekh Syarif Mohamed Al Kabir Al Tijani, kunjungan ke Kampus Taklim Al Atiq Imam Nafi di kota Tanger serta mengadakan diskusi dengan sejumlah ulama Maroko lainnya.
Selain itu, Mbah Maimoen beserta rombongan berziarah ke beberapa makam ulama besar Maroko yang berjasa bagi penyebaran Agama Islam di Indonesia, diantaranya Dharih (istilah makam dalam bahasa Maroko - red), makam Syeikh Tijani pendiri tariqat Tijaniah di Kota Fes, Syeikh Imam Jazuli pengarang buku Dalailul Khairat di Fes, Ibnu Ajurrum Asshanhaji pengarang buku Nahwu Ajrumiah dan Ibnu Bathuthah di Kota Tangier.
Beliau pulang ke Sarang tadi malam (21/19) pada pukul 20.00 WIB dalam keadaan sehat walafiat.(02v)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar