Ada
Apa Dengan Akhlaq?
Modern, perkatan ini adalah sebuah suguhan pada zaman
yang kita hidup di dalamnya. Tujuan
kata ini diperuntukkan pada peradaban zaman yang serba canggih, serba bisa dan lainnya. Semisal cepatnya perjalanan dengan
belahan bumi yang begitu luas dengan kemajuan teghnologi canggih bisa dijangkau dengan waktu
sekejap. Luasnya bumi yang miliaran kilo meter tak
ubahnya seluas daun kelor. Sampai-sampai kata “modern” yang menjadi pemicu kemajuan seakan akan menjadikan
seorang yang tidak bergabung
dengannya dikatakan orang
ketinggalan, orang
kampungan (red-ndesit). Dahsatnya, kata modern ini menjadi magnet sampai-sampai pesantren pun tak mau ketinggalan
untuk menarik simpati masyarakat dengan slogan “pesantren modern”. Dengan mudof ilaih ini,
diharapkan perjalanan
pesantren di masa lalu dapat
menjadi tempat mencetak generasi tauhid yang berakhlaqul
karimah dan berlomba-lomba untuk saling memperbaiki citra agama
Islam.
Namun, dalam zaman akhir ini apakah kata mudern
cuma kebetulan disuarakannya ataukah sebaliknya? Yaitu ada tujuan tertentu
untuk memancing di dalam
air keruh.
Karena semua pesantren secara umum bertujuan untuk mencetak generasi yang
berakhlakul karimah. Alangkah bijaksananya bila kita memahami akhlaq yang
dianjurkan dalam agama kita dan yang ditolaknya. Banyak orang yang mengaku lebih dekat dengan semua
golongan, tapi kalau diukur dengan kaca mata fiqih, mereka jauh dari ril keislaman.
Sebaliknya,
ada golongan yang
konsisten dengan kaidah-kaidah fiqih yang cocok dengan syariat dibilang garis keras, tidak punya
Akhlak, exstrem,
teroris, Dll.
“Alkhulqu dan alkhuluqu,” yang dijamakkan dengan lafadz akhlakun ini mempunyai beberapa arti
bahasa di antaranya adalah tabiat,
budi pekerti, agama, keprawiraan, kesatriaan, kejantanan, kemarahan. Kadang lafadz ini dipakai dengan arti yang lebih
pantas atau patut. Sebagian para ulama` memberikan definisi Akhlaq dengan makna
kebiasaan baik dan buruknya seseorang secara umum. Hal ini sebagai mana pendapat
hujjatul islam Al-Ghazali dalam sebuah kitabnya yang memberi bab khusnul khuluki
wa sayyiatul khuluqi. Ulama` yang lain mendefinisikan akhlaq itu adalah suatu
yang diucapkan untuk setiap sifat yang menancap dalam hati yang menjadi sumber
semua pekerjaan, seperti sifat pemberi tanpa pamrih, memberi maaf pada orang
yang pernah menyakiti atau ingin menang selalu dan senang bila orang lain kena
musibah. Secara umum semuanya dikatakan akhlaq.
Rasul kita Muhammad S.A.W
adalah manusia yang diutus tuhannya untuk menyempurnakan kemulyaan akhlaq. Beliau menjadi salah satu manusia yang
disanjung-sanjung
oleh Allah SWT tentang kebagusan akhlaqnya yang diabadikan dalam al-Qur`an “Dan sesungguhnya engkau hai muhammad
benar benar berada dalam budi pekerti yang agung. (al-Qolam : 4). Luar biasa pada rasul kita ini, sampai-sampai sang pencipta mengabadikan
pujiannya. Alangkah bijaknya kalau kita selaku umatnya mau membuka tabir dengan
apa beliau dapat memperoleh
singgasana derajat kemuliaan abadi ini.
Sebagian ahli hadist menceritakan bahwasannya sifat Rasulullah sebagai mana ungkapan sayyidina Khadijah
R.A. ketika beliau terkejut saat pertama kali bertemu malaikat Jibril. Ucapan istri tercintanya ini telah
terekam oleh ahli hadist, yaitu Allah tidak mungkin menghinakan engkau ya Rasulallah,
engkau senang menyambung tali persaudaraan, selalu membantu fakir miskin,
engkau selalu membantu orang lain, engkau selalu menghormati tamu. Kisah yang
lain ketika sayyidatuna Aisyah ditanya tentang Akhlaq Nabi beliau sepontan
menjawab, “Kana khulukuhu Alquran.” Maksudnya akhlaqnya Nabi adalah ajaran-ajaran al-Quran. Bila Allah memerintah, maka beliau dengan cepat merealisasikan. Bila Allah melarang, maka beliau sekuat
mungkin menjahuinya. Beliau selalu berusaha melakukan akhlaq yang mulia,
berhati suci dan selalu berkata benar, sehingga pada masa jahiliyah beliau
terkenal sebagai seorang yang jujur dan terpercaya. Dalam masa Islam beliau
terkenal sebagai seorang nabi yang penuh kasih sayang.
Memang akhlak yang baik itu
adalah mahkota yang tersemat di kepala
setiap orang yang memilikinya.
Dia mampu menjaga tingkah
lakunya. Mahkota itu bagaikan sinar yang terlihat oleh seluruh manusia. Akhlak
yang bagus bukanlah sekedar sebuah tingkah laku yang bisa diterima oleh semua
kalangan atau sekedar orang sekitarnya yang bisa bahagia dengan kehadirannya. Namun,
sifat ini adalah buah dari ketakwaan seorang hamba pada tuhannya, dan ungkapan
dari keimanan yang sempurna.
Rasulullah SAW bersabda ;
اكمل المؤمنين ايمانا
أحسنهم خلقا
“
Sempurnanya iman orang mukmin adalah lebih bagusnya akhlak.”
Pada suatu hari Rasulullah SAW ditanya
oleh salah satu sahabatnya. “Ya Rasulallah, apakah
haqiqat ajaran agama?” Beliau menjawab, “Khusnul khuluqi.” Yang
lain bertanya,
“Ya Rasulallah apakah hakikat ajaran agama
ini?” Beliau menjawab, “Khusnul khuluqi.” Setelah
itu datang sahabat yang lain dan bertanya, “ Apakah haqiqat ajaran agama ini ya Rasul?” Maka
Rasulullah SAW menoleh, Rasul
bertanya, “Apakah engkau faham haqiqat agama ini ? janganlah kamu
marah.” Hadist
ini ditafsiri oleh imam Ahmad bin Hanbal beliau berkata, “Khusnul khuluk ialah
kamu jangan selalu marah dan jangan pendendan.” Menurut
satu riwayat ada sahabat bertanya pada nabi, “Apakah as-syuum itu ya Rasul?” Beliau menjawab, “Suul khuluqi
{jelleknya ahlaq}.” Ia bagaikan racun yang mematikan dan membinasakan. Ia adalah kerendahan dan
kehinaan yang menjauhkan seseorang dari tuhannya. Bahkan ia adalah pendorong ke jalan setan dan pintu api neraka. Rasulullah
SAW pernah bersabda:
إن العبد ليبلغ من
سوء خلقه أسفل درك جهنم
“Sesungguhnya
seorang hamba yang
jelek budi pekertinya akan mengantarkan dirinya itu pada paling bawahnya neraka
jahannam.”
Naudubillahi mindalika. Setelah
mengetahui faidah baik buruknya akhlaq, maka seseorang yang memfungsikan
akalnya bila ditanya, “Anda akan memilih yang mana antara yang bagus dengan
yang buruk?” Maka dia akan menjawab
dengan spontan, “Siapa sih yang tidak ingin hidup dalam kebahagiaan yang abadi.”
Persoaalanya
adalah bagaimana bisa mendapatkan kebaikan akhlaq itu sendiri. Sebenarnya para ulama’ kita yang
mempunyai kafabilitas sudah banyak menulis tentang masalah akhlaq ini, semisal
Al Imam al-Ghazali dengan kitab Ihya’ Ulumuddinnya, Ibnu Jauzi dengan Alfawaid. Dll. Dalam kitab
beliau itu tertuang dengan gamblang cara mendapatkan akhlaq yang baik dan
menjauhi dari yang buruk. Sebelum membaca mutiara-mutira hikmah tersebut, kami
ingin mengajak saudara merenung terlebih dahulu hadist nabi yang diriwayatkan
oleh Syaikhain yang dinukil oleh al-Baghawi dalam kitab mashobihussunnah juz dua halaman 3 :
الا وانّ في الجسد
مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله الا وهي القلب ( أخرجه
البخاري ومسلم )
“Ingatlah sesungguhnya dalam tubuh
manusia itu ada segumpal daging. Ketika
segumpal daging itu bagus maka tubuh akan menjadi bagus. Jika segumpal daging itu busuk, maka
seluruh tubuh akan rusak. Ingatlah
segumpal daging itu adalah hati. {HR: Bukhari dan Muslim}.
Dengan hadist ini, maka menjadi jelaslah bahwa persoalan pokok
dalam membangun akhlaq manusia adalah
hati. Ia adalah pemimpin yang harus dipatuhi dalam
dunia tubuh. Selainnya adalah rakyat. Jika hati sedang galau, bekerja mejadi tidak
enak. Hati yang enak akan menjadikan pikiran menjadi jernih dan pekerjaan bisa lancar. Hati adalah
sentral kebahagian hidup. Sebagus apa pun keterangan para ulama’ menerangkan
masalah akhlaq kalau sipembacanya tidak mau berusaha membersihkan hatinya, maka
si pembaca tetap akan sulit menerima cahaya kebenaran. Al
Imam al-Ghazali mengatakan hati itu mempunyai
dua arti. Pertama, bermakna satu
gumpalan daging sebagai
mana makna dalam hadist di atas.
Yaitu hati adalah sebuah daging yang berbentuk pohon cemara dan terletak pada
dada sebelah kiri,
di dalamnya terdapat rongga yang berisi
darah hitam. Bila daging dalam tubuh bentuk
seperti itu,
terdapat pula pada
tubuh binatang dan orang-orang yang sudah meninggal. Kedua, hati bermakna luthfur robbani ruhani. Hal ini masih memiliki kaitan dengan
daging tersebut. Tetapi luthfur robbani memiliki potensi mengenal Allah S.W.T.
Ia mengetahui apa yang tidak bisa dicapai khayalan manusia. Ia
hakikat manusia. Inilah
sesungguhnya yang diajak bicaras terhadap
makna ini tunjukkan
kandungan firman Allah :
إن في ذلك لذكرى لمن كان له قلب (سورة : ق، أية :
37)
“Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar
terdapat peringatan bagi orang-orang
yang mempuyai hati.”
Kalau yang dimaksud hati di dalam ayat ini adalah hati yang berbentuk
pohon cemara,
maka hal itu terdapat pada diri setiap manusia. Tapi, jika yang maksudkan itu adalah lutf
robbani yang memiliki potensi untuk mengenal Allah SWT, niscaya hanya ada pada orang-orang tertentu
saja dan hubungannya pun tidak dapat dijelaskan melainkan bergantung pada
kesaksian (musyahadah) dan menyingkapkan al-‘iyan. Orang-orang tertentu itu
adalah mereka yang selalu mensucikan hatinya dari akhlaqur rodzilah (etika yang
jelek). Semakin putih dan bersih hati seseorang, akan membuat semakin tajam daya tangkapnya
terhadap makna dan rahasia kehidupan. Oleh karena itu, hati yang baik akan
mengantarkan pemiliknya menjadi manusia yang beretika baik. Itulah
makna kata-kata bila ingin membangun manusia yang berakhlaqul karimah, maka
bangunlah hatinya terlebih dahulu. Sebab hati adalah umm (ibu) dari segala
kebahagiaan hidup sekaligus menjadi pangkal mala petaka bagi kehidupan manusia
yang tidak membangunnya.
Setelah kita mengetahui dari ayat dan hadits bahwasanya hati
paling berperan dalam mendorong keberhasilan, maka sebaiknya kita mengetahui
selain hati apa saja yang mendorong terciptanya baik buruknya akhlaq. Ibnu Jauzi berkata, “Akhlaq yang bagus
itu semuanya kembali kepada kekhusyu’an dan tawadlu’, sebagaimana
Allah mengabarkan tentang keberadaan bumi yang tenang lalu dituruni hujan, maka
setelah itu tumbuhlah tumbu-tumbuhan darinya yang memunculkan manfaat yang bermacam-macam. Tawadlu’ dengan keberadaan
merendahkan diri ibarat bumi yang diinjak. Maka dengan itu diberikan taufiq
sehingga bisa dekat dengan sang penciptanya. Seseorang dengan mudah berperilaku
sabar, berani menyuarakan kebenaran berawal dari khusyu’ dan tawadlu’. Pendorong yang lain adalah Uluwwul
himmah dengan tingginya cita-cita seseorang selalu berusaha menghindari
kesenangan diri yang dilarang syar’I, sehingga tercipta dari orang macam ini
suatu sifat yang disebut taqwa. Hal ini sebagaimana yang telah terkumpul dalam
diri Rasulullah SAW. Beliau telah menjadikan kedua sifat itu sebagai kebiasaan
sampai-sampai beliau berdoa untuk diberi khusnul khuluk sebagaimana dalam satu
hadist beliau berdoa,
اللهم اني أسألك الصحة والعافية وحسن
الخلق
“Ya Allah, saya memuhon kepada-Mu kesehatan dan afiah dan bagusnya budi
pekerti.”
Jadi, khusnul khuluk itu tidak datang dengan
tiba tiba, tidak bisa hanya dengan membaca dan menulis atau mendengarkan
ceramah. Namun, harus ada usaha keras yang
melelahkan dengan kebiasaan dan selalu
mengontrol perbuatan dan komitmen yang tinggi sebagaimana meningkatkan diri
dari kerendahan menuju keluhuran atau dari kekerasan menjadi kelembutan. Dalam hal
ini hanya diri seseorang sendirilah yang dapat menentukan apa yang paling
diinginkannya. Dia pula yang merumuskakan jalan
penyembuhannya dengan tahapan-tahapan pembebasan dan mengatasi setiap hambatan-hambatan hingga terbebas dari
sifat-sifat buruk dengan mengkombinasikan usaha dhohir dan batin.
Menukil maqolanya syaikhina KH Maimun Zubair, “Budi itu adalah dhohir dan pekerti itu adalah batinnya.” Karena
hanya dengan kebiasaan dan selalu mengontrol perbuatan serta komitmen yang
tinggi itulah khusnul khuluk bisa terwujudkan. Dengan khusnul khuluki akan berbuah
taqwa kepada Allah. Dengan taqwa hubungan antara seorang hamba dan tuhannya
bisa bagus. Dengan akhlaq yang mulia hubungan antara seorang dengan
masyarakatnya bisa terbina. Dengan taqwa seseorang bisa memperoleh
mahabbatullah. Dengan
khusnul khuluq seseorang mendapatkan simpati masyarakat. Pendorong yang lain
adalah lingkungan yang baik, karena dengan lingkunganlah seseorang mendapatkan
teman penghiburnya sebagaimana nabi bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل (أخرجه أبو داود والترمذي)
“Seserang itu mengikuti agama orang yang ditemaninya. Maka dari itu, lihatlah salah seorang dari kamu semua pada siapa dia itu berteman.”
Kalau seorang itu berteman dengan orang sholeh, maka orang itu mudah
menjadi sholeh sebagaimana kata pepatah, “Bila seorang itu berteman dengan si
penjual minyak wangi, maka seorang itu akan ikut berbau wangi. Sebaliknya, bila
seseorang berteman dengan si tukang pande besi, maka orang itu akan terkena asap apinya. Sudah
jelas, kalau baju terkena asap otomatis baunya menjadi tidak sedap. Sebagaimana
kata pepatah tersebut teman dan lingkungan sangat mendorong dalam membangun sebuah
karakter manusia.
Penyebab tercetaknya akhlak yang jelek di antaranya adalah sifat sombong
(mau menang sendiri). Sifat ini didorong
oleh suatu keinginan yang tidak pernah dikontrol, sehingga si pemiliknya selalu
mengumbar kesenangannya, dan terus menerus
keinginannya jadi kenyataan walau memaksa pada hak orang lain. Kalau ada orang
lain sukses, maka hati orang macam ini panas hingga ia inggin nikmat orang lain
itu hilang dan pindah pada dirinya. Para
ulama’ menamakan sifat ini dengan sifat
hasad. Rasulullah SAW
menyamakan hasad ini dengan api yang melalap kayu bakar yang ada dalam
sekitarnya. Kita juga harus menjauhi
teman yang berakhlak jelek, karena akhlak ini akan menular seperti ucapan Abu
A’la Al Ma’ri dalam syairnya,
ولا تجلس الى اهل الدنايا فإن خلا ئق
السفهاءتعدي
” Janganlah kamu berteman dengan orang yang berselera
rendah karna akhlak orang bodoh itu menular.”
Pada zaman sekarang ini seseorang
yang ingin berprilaku baik sangat sulit. Hal ini karena musuh-musuh Islam dengan
segala cara dan taktik perang yang dilancarkan akan selalu mengusik umat Islam. Dengan cara yang paling
kasar sampai yang paling lembut. Contoh paling
dekatnya adalah televisi yang selalu menyuguhi tayangan yang jauh dari ajaran Islam.
Sehingga tanpa terasa anak-anak orang muslim melakukan budaya yang jauh dari
agamanya, Selain televisi adalah hand pone, barang kecil yang menjadikan dunia
bagaikan daun kelor. Namun negatifnya barang ini bila dipegang seseorang yang
tidak kuat agamanya akan gampang terjerumus dalam lubang kemaksiatan. Dalam
program hand pone ini yang serba
menggiurkan semisal internet dan facebook yang selalu menawarkan kenalan yang
menggoda.
CATATAN :
Cara menggapai keluhuran akhlak.
1. Melihat kehidupan Rasulullah
SAW dengan membaca buku-buku sejarah secara tuntas. Semisal buku Sirah Rasulillah safwatussair atau fiqhu
assirah atau samail muhammadiyyah. Dan juga menghafalkan hadist-hadist yang mendorong
pada akhlak mulia. Dengan demikian akan tampak penyakit yang sekaligus obat
penawarnya. 2: Mencari
teman yang dapat memberikan nasehat atau saran dengan tulus, mendengarkan dan
merenungkan apapun yang mereka katakan tentang kita. Teman adalah cermin sebagaimana sabda nabi ;
( عن أبي هريرة أنه قال : ( ( المؤمن مرآة
المؤمن إذا رأى فيه عيباً أصلحه
Fungsi dasar cermin adalah memantulkan gambar yang hakiki dari hadapannya tanpa dilebih-lebihkan. Teman
adalah seorang yang berkata jujur tentang kita. Bukan orang yang selalu membenarkan
kita sebagaimana kata pepatah ;
صديقك من صدقك لا من صدقك
“ Teman yang sejati ialah orang yang berkata benar padamu bukan orang
yang selalu membenarkan ucapanmu.”
3 :Memperhatikan orang yang tidak menyenagi kita dan suka
mengurai kesalahan kita. Dengan orang
yang tidak suka kepada kita akan mengurai tanpa henti. Dan tariklah kesempatan serta kemanfaatan tersebut.
Setelah itu kita bisa memperbaiki kekurangan dan menjadikan hal itu sebagai
tanggapan kritik yang disampaikan orng yang tidak senang pada kita.
Renungan
Diceritakan dari Mu’ad bin Jabal bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan yang
sebagai penghapusnya. Berakhlaklah dengan
manusia dengan akhlak yang bagus.”
Riwayat yang lain menceritakan bahwasanya Mu’ad bin Jabal hendak pergi dia berkata
kepada Rasulullah SAW, “ Wasiatilah saya wahai Rasul.” Rasulullah
SAW bersabda, “Sembahlah kamu pada Allah dan jangan sampai
menyekutukannya.” Mu’ad berkata, “Tambahkanlah ya Rasul .” Rasulullah SAW l bersabda, “Konsistenlah kamu dan perbaguslah budi pekertimu.” Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda, “Paling
banyaknya sesuatu yang bisa menyebabkan manusia masuk surga adalah bertakwa
pada Allah dan bagusnya budi pekerti.”
Kesimpulan :
Kalau kita renungkan ayat dan hadist di atas, yang
dimaksud khusnul khuluqi adalah sesuatu yang selalu sesuai dengan anjuran
syara’, bukan sekedar seseorang yang cuma bisa diterima oleh semua golongan
yang keluar dari ril ajaran syara’.
by'santri salaf