Rabu, 30 Mei 2012

Tarbiyatul Al-qulub



 Bagaimana cara kita membersihkan hati kita sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk melakukan kebaikan?
 Untuk menjawab pertanyaan diatas manusia menggunakan sistem yang namanya tarbiyah(pendidikan). Berbagai macam cara mendidik telah diterapkan namun tujuannya hanya satu, yaitu menundukkan ego dan perasaan terhadap petunjuk akal.
 Sebab semua tahu bahwa jika yang terjadi adalah sebaliknya(akal tunduk terhadap perasaan dan ego) maka kerusakan dan kehancuranlah yang akan terjadi. Untuk itu, perlu kita ketahui bahwa hatilah yang memegang kendali dalam kehidupan manusia sedangkan akal hanya sebatas lampu yang menerangi perjalanannya.
 Jika hati sudah dipenuhi dengan berbagai macam keinginan duniawi ditambah iri hati terhadap orang lain, maka masih adakah ruang untuk ditempati perasaan cinta kepada Allah? bahkan akal kadang kala diperalat untuk menggapai syahwat yang menggebu dalam hati. Untuk hati yang seperti ini kita perlu mengetahui bahwa faktor utama yang menyebabkan kotornya hati adalah bertambahnya titik hitam pada hati(dosa)
 Seorang manusia setiap kali berbuat dosa maka satu titik hitam akan menempel sebagai noda dihati. Jika dia segera bertaubat maka titik hitam tadi akan terhapus. Namun jika terus menerus dibiarkan  maka bukan tidak mnugkin hati akan dipenuhi oleh titik hitam yang mengakibatkan kerasnya hati.
 Andai menghapus titik hitam pada hati sama dengan menghapus tulisan yang ada pada papan tulis pastilah sangat mudah bagi kita  untuk menghapusnya, tetapi untuk membersihkan hati dibutuhkan terapi secara bertahap.
 Langkah pertama ialah dengan bertaubat dari semua dosa yang kita lakukan dan menjahui segala perkara haram. Kita tumbuhkan rasa penghambaan kita kepada Allah setiap kali kita terjatuh pada jurang dosa.
 Perasaan penghambaan itu akan membuat kita malu terhadap diri kita sendiri. Semua nikmat yang kita rasakan bahkan bergelimang didalamnya, semua itu dari Allah, lantas kita gunakan untuk berbuat maksiat dan melanggar larangan-Nya. Selama kita masih mempunyai perasaan, kita akan merasa malu akan hal itu.
 Jika langkah pertama ini sudah bisa kita lewati, selanjutnya kita melangkah pada fase berikuttnya, yaitu dengan memperbanyak melakukan kesunahan serta mengingat Allah dalam aktivitas kita. Jika memang langkah ini bisa kita lalui dengan baik maka syahwat duniawi yang tadinya menghalangi kita dari menghadap Allah sedikit demi sedikit akan menghilang hingga pada akhirnya kita siap untuk melanjutkan pada tahap selanjutnya.
 Langkah selanjutnya merupakan buah dari langkah sebelumnya, yaitu tumbuhnya rasa cinta kepada Allah sang pemberi nikmat kepada kita. Kemudian rasa cinta ini akan terus tumbuh dengan baik jika kita rawat dan kita siram dengan memperbanyak mengingat-Nya.
 Cara paling ampuh untuk menjaga dan merawat rasa cinta kepada Allah adalah dengan selalu menghubungkan semua kenikmatan kepada-Nya.
 Nah jika hati sudah merasakan cinta kepada-Nya, maka semua hal indah yang dilihat mata , dirasakan oleh hidung dan didengar oleh telinga lalu sampai kehati, semua itu akan ditanggapi oleh hati sebagai pesan indah dari Allah SWT.
 Selamat mencoba...   Semoga Allah berkenan untuk memberi petunjuk kepada kita semua sehingga hati kita akan terbuka dan selalu mengingat-Nya....

Minggu, 27 Mei 2012

Bermaksiatlah sesukamu.......

 kemaksiatan yang membuat seseorang merasa hina dihadapan tuhan-Nya kemudian ia bertobat dan merasa butuh kepada tuhan-Nya(iftiqor ila Allah), lebih baik dibandingkan ketaatan yang menyebabkan ia sombong dan jauh dari tuhan-Nya.

   Jika kita permudah kalam hikmah di atas,  mungkin kita boleh memahaminya  dengan cara yang sebegini;
Bagi seorang mukmin yang beriman dan punya makrifat dengan Allah,  jika mereka  mengerjakan maksiat,  mereka tidak melakukannya melainkan  kerana terlalai atau tanpa sengaja untuk mendurhakai Allah.  Hal ini jauh bedanya dengan ahli-ahli ghoflah dan ahli al-hijab yang secara terang-terangan mengerjakan maksiat dan dosa hingga kadang ada di antara mereka yang merasa senang dan berbangga karena dapat berbuat maksiat.
   Orang mukmin yang beriman bukan begitu.  Mereka terjatuh dalam kesalahan;  dan amat menyesali dengan keadaan itu.  Maksiat itu menyedarkan mereka betapa lemahnya diri,  betapa dholimnya diri dan betapa hinanya diri.   Walaupun kedudukan dirinya mulia di sisi manusia atau dirasakan dekat dengan Allah sebelum itu,  dengan amal taat yang banyak,  dengan kebajikan yang melimpah,  namun sekali mereka terjatuh di dalam dosa,  mereka sadar semua amal taat dan kebaikan yang dikerjakan itu tidak bisa membentengi mereka  dari terjerumus ke dalam maksiat.
   Timbullah rasa hina dan iftiqor diri yang tidak pernah dirasakan selama waktu ia mengerjakan amal taat sebelumnya.  Memang lumrahnya,  jarang sekali seseorang yang senantiasa berada dalam amal-taat tidak merasa dirinya baik dan mulia di sisi Allah, karena ia merasa dirinya sosok yang ahli taat.  Mereka merasa aman dan selamat bila memandang kepada amal kebajikan yang telah dilakukannya,   mereka merasa dekat  dengan Tuhan-Nya yang mana semua rasa-rasa dan kecenderungan ini semuanya tanpa disadari telah mengembang-biakkan sifat ego dan keangkuhan diri.
   Tetapi maksiat yang mengenai hamba yang sadar diri,  akan menyentak lamunan mereka, dan mereka tetap merasa hina dan dholim  di sisi Allah sebagai seorang hamba yang lemah.  nurani mereka akan meronta untuk segera bangkit dan kembali menghadap kepada Allah.  Hal ini adalah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan ahli taat yang sentiasa memakai pakaian kemuliaan dan kebesaran karena merasa dirinya punya kebaikan dan kelebihan dengan amal taatnya.
   Maka maksiat yang menimbulkan rasa hina dan iftiqor itu terlebih baik daripada taat yang mewariskan rasa mulia dan kebesaran diri.  Ini semua adalah, karena seseorang yang merasa dirinya hina dan dholim dihadapan Allah, sesungguhnya ia adalah seseorang yang telah kembali kepada sifat Ubudiyah sebagai seorang hamba;   tidak sebagaimna ahli taat yang seringkali mendakwa sifat-sifat Ketuhanan(Rububiyah) seperti merasa baik,  mulia,  tinggi kedudukan,  hebat diri dsb.
Dengan demikian,  perlu ditegaskan di sini,  yang terpuji dalam maksiat itu ialah maksiat yang menimbulkan rasa hina dan iftiqor yang menyebabkan seseorang bertobat dan kembali kepada Allah swt,  bukan  maksiat yang dilakukan oleh ahli maksiat yang hanyut dan angkuh dengan kesombongan dirinya yang jahil terhijab.

Selasa, 24 Januari 2012

Takdir Allah Sebagai Sarana Berikhtiar

Salah satu tanda keimanan adalah rela akan ketentuan Allah swt. Tidak menentang keputusan-Nya. Itu tidak berarti kita bersikap pasif atau diam dalam menghadapi persoalan yang hinggap. Tidak berarti pula bahwa kala kita terserang wabah, kita tidak berbuat apa-apa sampai ajal menjemput.. Tidak demikian,tetapi berusaha nencari yang seharusnya dicari. Kita sakit maka kita pun berobat tanpa ada rasa kebencian kepada Allah yang tellah memberi penyakit tersebut. Mencari apa yang semestinya dicari dan menghindari segala hal yang harus dihindari merupakan merupakan wujud dari sikap ridha dengan ketentuan Allah sehingga dalam aktifitas kita ada dua upaya, yaitu mencari dan menghindari, kapan kita harus  mencari dan kapan kita harus menghindari sesuatu. Seperti halnya orang yang hendak menceburkan diri kedalam sumur dengan alasan bahwa kalau sudah waktunya mati,ia akan mati kalau tidak ,berarti ia akan hidup. ini adalah pemahaman yang keliru tentang takdir Allah. Atau seorang jahil yang ridha dengan kejahilannya seraya berkilah hal itu sebagai takdir Allah, tentu hal ini keliru dalam memahami pengertian takdir Allah. Seyogyanya,ia memang tidak menentang keputusan-Nya hanya saja ia harus mencari ilmubagi dirinya; menjadi hidup sehat,hidup dalam naungan Allah,melaksanakan perintah-Nya,dan menjahui larangan-Nya.
Di kisahkan bahwa pernah sayyidina Umar ra. kala hendak memasuki daerah syam dengan rombongannya mendengar berita, bahwa di suatu daerah syam sedang terjadi wabah penyakit ganas yang mematikan. Sebagaian rombongan tetap bersikeras untuk masuk dengan ber argumentasi bahwa, kita tidak boleh menghindar dari kematian,"Bila ajal memang telah dekat kita bakal mati bukan?," demikian ungkapan mereka sembari mengutip firman Allah (QS. Al-Baqoroh:243) yang artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka , sedang mereka beribu-ribu(jumlahnya)karena takut mati. Namun anggota rombongan lainnya tidak kalah tangkas menghadapi argumentasi mereka dengan mengemukakan firman Allah dalam surat(QS. Al-baqoroh:145) yang artinya: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan. Singkat cerita, karena tidak ada titik temu antara dua kubu ini, mereka membawa permasalahan ini ke sayyidina Umar ra. Sayyidina Umar mengatakan , "Kita haruskenbali ,kita tidak masuk kesaerah yang sedang terkena wabah penyakit." Wahai amirul mukminin ,Apakah kita akan menghindar dari takdir Allah,sekalipun kita urung masuk namun bila sudah waktunya sakit kita akan mati? kata kbu penentang. Sayyidina Umar menjawab: Ya, kita menghindar dari takdir yang buruk menuju takdir yang baik. Kalau engkau mempunyai kambing ,lanjut Syyidina Umar, kemudian di sana ada dua lembah, yang satu tanahnya subur,dan satunya lagi kering dan tandus, maka kambingmu akan engkau letakkan dimana? kalau engkau letakkan kambing-kambing gembalaanmu di tempat yang subur,itu adalah takdir dan kalau engjau letakkan di tempat yang tandus itu juga takdir. Keesokan harinya syd.Umar pergi berkonsultasi ke abdurahman bin auf ihwal keputusannya mengurungkan memasuki daerah berwabah tersebut. jawab abdurrahman "keputusanmu sudah tepat sebab aku mendengar rosululloh saw bersabda: "Jika kalian mendengar sebuah wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika kalian sudah ada di dalamnya maka kalian jangan keluar dari daerah tersebut(kuatir menjangkiti orang lain). Kisah tersebut diatas memberi pelajaran akan pentingnya sebuah usaha dalam kehidupan. Usaha atau ikhtiyar dukanlah bentuk sebuah penentangan terhadap takdir, justru usaha adalah jembatan yang menguatkan keyakinan akan takdir itu sendiri.
 Kerelaan terhadap takdir Allah bermuara kepada kemuliyaan seperti dilansir oleh Allah dalam firman-Nya "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada jalan tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah kedalam surga-Ku(QS.Al-Fajr:27-30) Allah juga berfirman dalam al-quran: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh,mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk.Balasan mereka di sisi tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,mereka kekal di dalamnyaselama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun didha kepa-Nya.yang demikian itulah (balasan)bagi orang yang takut kepada Allah(QS.Al-Bayyinah.07-08) Ayat tersebut mengabarkan tentang posisi istimewa orang-orang beriman lagi beramal kebajikan,di mana Allah janjikan surga dengan segala fasilitas kenikmatan yang ada di dalamnya, jiwa-jiwa mereka di penuhi dengan kerelaan dan keridhoan tak pernah ada kata mengeluh dalam suka maupun duka, sehingga dengan demikian orang yang ridho kepada Allah tidak ada yang maksiat,melakukan hal-hal negatif,menghisap ganja,mengkomsumsi narkoba dll. Titik ousat kerelaan Allah ,kita harus ridha dengan ketentuannya. Bagaimana mungkin Allah ridha dengan hamba-Nya yang melumuri dirinya dengan dosa dan kenistaan, apalagi penuh dengan kesyirikan dan keraguan terhadap dzat-Nya. Dari sinilah, kita bisa mengukur diri kita apakah kita siap menerima ujian Allah atau sebaliknya?. Dalam hadist qudsi Allah berfirman :" Aku(Allah)telah mentakdirkan dan mengatur segala sesuatu, maka barang siapa rela(dengan takdir dan kerentua-Ku)ia akan memperoleh ridha-Ku hingga bertemu dengan-Ku, dan barang siapa tidak menerima nya, ia memperoleh murka-Ku sampai bertemu dengan-Ku" 
Berangkat dari hadist qudsi tersebut, bahwa aneka aktifitas kehidupan di dunia telah tertata dengan rapi dan baik, tinggal kita menjalankannya secara arif dan bijak. Kita lapar,ya kita makan, kita haus,ya kita minum. Tapi makan dan minum dari hasil yang halal bukan yang haram. Semuanya telah selesai di atur Allah dengan sebaik-baiknya.:"Kami telah menentukan antara mereka,penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,dan Kami telah meninggikan sebagian mereka aras sebagian yang lainbeberapa derajat,agar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(Qs. Az-Zukhruf:32)
Oleh karena itu, sekeras-kerasnya kita bekerja,banting tulang, peras keringat"pello koning."(mdr), toh semua sudah da takaran dan ukurannya, yang membuat kita kaya bukan pekerjaan yang kita lakoni, tapi Allah. Kita sakit kemudian berobat ,maka yang membuat kita sehat bukanlah obat tersebut,tapi Allah. Bekerja dengan baik sebagai manifestasi mencari rezeki Allah untuk memberi nafkah keluarga.
 Garis kehidupan telah kita lalui dengan lincah dan pandai. Bagian-bagian untuk kita sudah tersedia, tinggal kitalah yang harus cerdas dalam membingkai kehidupan agar kita mulia dunia sampai akhirat.
Rosululloh saw bersabda: Al-insaanu mukhoyyarun(manusia disuruh memilih)
                                                                                                                        Wassalam
Add caption

Minggu, 22 Januari 2012

Ada Apa Dengan Akhlaq???

Ada Apa Dengan Akhlaq?

Modern,  perkatan ini adalah sebuah suguhan pada zaman yang kita hidup di dalamnya. Tujuan kata ini diperuntukkan pada peradaban zaman yang serba canggih, serba bisa dan lainnya. Semisal cepatnya perjalanan dengan  belahan bumi yang begitu luas dengan kemajuan teghnologi canggih bisa dijangkau dengan waktu sekejap. Luasnya bumi yang miliaran kilo meter tak ubahnya seluas  daun kelor. Sampai-sampai kata “modern yang menjadi pemicu kemajuan seakan akan menjadikan seorang yang tidak bergabung dengannya dikatakan orang ketinggalan, orang kampungan (red-ndesit). Dahsatnya, kata modern ini menjadi magnet sampai-sampai pesantren pun tak mau ketinggalan untuk menarik simpati masyarakat dengan slogan pesantren modern. Dengan mudof ilaih ini, diharapkan perjalanan pesantren di masa lalu dapat menjadi tempat  mencetak generasi tauhid yang berakhlaqul karimah dan berlomba-lomba untuk saling memperbaiki citra agama Islam.

Namun, dalam zaman akhir ini apakah kata mudern cuma kebetulan disuarakannya ataukah sebaliknya? Yaitu ada tujuan tertentu untuk memancing di dalam air keruh. Karena semua pesantren secara umum bertujuan untuk mencetak generasi yang berakhlakul karimah. Alangkah bijaksananya bila kita memahami akhlaq yang dianjurkan dalam agama kita dan yang ditolaknya. Banyak  orang yang mengaku lebih dekat dengan semua golongan, tapi kalau diukur dengan kaca mata fiqih, mereka jauh dari ril keislaman. Sebaliknya, ada golongan yang konsisten dengan kaidah-kaidah fiqih yang cocok dengan syariat dibilang garis keras, tidak punya Akhlak, exstrem, teroris, Dll.     

Alkhulqu dan alkhuluqu, yang dijamakkan dengan lafadz akhlakun ini mempunyai beberapa arti bahasa di antaranya adalah tabiat, budi pekerti, agama, keprawiraan, kesatriaan, kejantanan, kemarahan. Kadang lafadz ini dipakai dengan arti yang lebih pantas atau patut. Sebagian para ulama` memberikan definisi Akhlaq dengan makna kebiasaan baik dan buruknya seseorang secara umum. Hal ini sebagai mana pendapat hujjatul islam Al-Ghazali dalam sebuah kitabnya yang memberi bab khusnul khuluki wa sayyiatul khuluqi. Ulama` yang lain mendefinisikan akhlaq itu adalah suatu yang diucapkan untuk setiap sifat yang menancap dalam hati yang menjadi sumber semua pekerjaan, seperti sifat pemberi tanpa pamrih, memberi maaf pada orang yang pernah menyakiti atau ingin menang selalu dan senang bila orang lain kena musibah. Secara umum semuanya dikatakan akhlaq.

Rasul kita Muhammad S.A.W adalah manusia yang diutus tuhannya untuk menyempurnakan kemulyaan akhlaq. Beliau menjadi salah satu manusia yang disanjung-sanjung oleh Allah SWT tentang kebagusan akhlaqnya yang diabadikan dalam al-Qur`an Dan sesungguhnya engkau hai muhammad benar benar berada dalam budi pekerti yang agung. (al-Qolam : 4).  Luar biasa pada rasul kita ini, sampai-sampai sang pencipta mengabadikan pujiannya. Alangkah bijaknya kalau kita selaku umatnya mau membuka tabir dengan apa beliau dapat memperoleh singgasana derajat kemuliaan abadi ini.

Sebagian ahli hadist menceritakan bahwasannya sifat Rasulullah sebagai mana ungkapan sayyidina Khadijah R.A. ketika beliau terkejut saat pertama kali bertemu malaikat Jibril. Ucapan istri tercintanya ini telah terekam oleh ahli hadist, yaitu Allah tidak mungkin menghinakan engkau ya Rasulallah, engkau senang menyambung tali persaudaraan, selalu membantu fakir miskin, engkau selalu membantu orang lain, engkau selalu menghormati tamu. Kisah yang lain ketika sayyidatuna Aisyah ditanya tentang Akhlaq Nabi beliau sepontan menjawab, “Kana khulukuhu Alquran.” Maksudnya akhlaqnya Nabi adalah ajaran-ajaran al-Quran. Bila Allah memerintah, maka beliau dengan cepat merealisasikan. Bila Allah melarang, maka beliau sekuat mungkin menjahuinya. Beliau selalu berusaha melakukan akhlaq yang mulia, berhati suci dan selalu berkata benar, sehingga pada masa jahiliyah beliau terkenal sebagai seorang yang jujur dan terpercaya. Dalam masa Islam beliau terkenal  sebagai seorang nabi yang penuh kasih sayang.

Memang akhlak yang baik itu adalah mahkota yang tersemat di kepala setiap orang yang memilikinya. Dia mampu menjaga tingkah lakunya. Mahkota itu bagaikan sinar yang terlihat oleh seluruh manusia. Akhlak yang bagus bukanlah sekedar sebuah tingkah laku yang bisa diterima oleh semua kalangan atau sekedar orang sekitarnya yang bisa bahagia dengan kehadirannya. Namun, sifat ini adalah buah dari ketakwaan seorang hamba pada tuhannya, dan ungkapan dari keimanan yang sempurna. Rasulullah SAW bersabda ;
 اكمل المؤمنين ايمانا أحسنهم خلقا 
Sempurnanya iman orang mukmin adalah lebih bagusnya akhlak.

Pada suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh salah satu sahabatnya. “Ya Rasulallah,  apakah haqiqat ajaran agama? Beliau menjawab, “Khusnul khuluqi.”  Yang lain bertanya, Ya Rasulallah apakah hakikat ajaran agama ini? Beliau menjawab, “Khusnul khuluqi.”  Setelah itu datang sahabat yang lain dan bertanya, “ Apakah haqiqat ajaran agama ini ya Rasul?  Maka Rasulullah SAW menoleh, Rasul bertanya,  Apakah engkau faham  haqiqat agama ini ? janganlah  kamu marah.”  Hadist ini ditafsiri oleh imam Ahmad bin Hanbal beliau berkata, “Khusnul khuluk ialah kamu jangan selalu marah dan jangan pendendan.” Menurut  satu riwayat ada sahabat bertanya pada nabi, “Apakah as-syuum itu ya Rasul?” Beliau menjawab, “Suul khuluqi {jelleknya ahlaq}.” Ia bagaikan racun yang mematikan dan  membinasakan. Ia adalah kerendahan dan kehinaan yang menjauhkan seseorang dari tuhannya. Bahkan ia adalah pendorong ke jalan setan dan pintu api neraka. Rasulullah SAW pernah bersabda:
   إن العبد ليبلغ من سوء خلقه أسفل درك جهنم
Sesungguhnya seorang hamba yang jelek budi pekertinya akan mengantarkan dirinya itu pada paling bawahnya neraka jahannam.

Naudubillahi mindalika. Setelah mengetahui faidah baik buruknya akhlaq, maka seseorang yang memfungsikan akalnya bila ditanya, “Anda akan memilih yang mana antara yang bagus dengan yang buruk?”  Maka dia akan menjawab dengan spontan, “Siapa sih yang tidak ingin hidup dalam kebahagiaan yang abadi.”  Persoaalanya adalah bagaimana bisa mendapatkan kebaikan akhlaq itu sendiri. Sebenarnya para ulama’ kita yang mempunyai kafabilitas sudah banyak menulis tentang masalah akhlaq ini, semisal Al Imam al-Ghazali dengan kitab Ihya’ Ulumuddinnya, Ibnu  Jauzi dengan Alfawaid. Dll. Dalam kitab beliau itu tertuang dengan gamblang cara mendapatkan akhlaq yang baik dan menjauhi dari yang buruk. Sebelum membaca mutiara-mutira hikmah tersebut, kami ingin mengajak saudara merenung terlebih dahulu hadist nabi yang diriwayatkan oleh Syaikhain yang dinukil oleh al-Baghawi dalam kitab  mashobihussunnah juz dua halaman 3 :
الا وانّ في الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله الا وهي القلب ( أخرجه البخاري ومسلم )   

“Ingatlah sesungguhnya dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Ketika segumpal daging itu bagus maka tubuh akan menjadi bagus. Jika segumpal daging itu busuk, maka seluruh tubuh akan rusak.  Ingatlah segumpal daging itu adalah hati. {HR: Bukhari dan Muslim}.

Dengan hadist ini,  maka menjadi jelaslah bahwa persoalan pokok dalam membangun akhlaq manusia  adalah hati. Ia adalah pemimpin yang harus dipatuhi dalam dunia tubuh.  Selainnya adalah rakyat.  Jika hati sedang galau, bekerja mejadi tidak enak.  Hati yang enak akan menjadikan pikiran menjadi jernih dan pekerjaan bisa lancar. Hati adalah sentral kebahagian hidup. Sebagus apa pun keterangan para ulama’ menerangkan masalah akhlaq kalau sipembacanya tidak mau berusaha membersihkan hatinya, maka si pembaca  tetap akan sulit menerima cahaya kebenaran. Al Imam al-Ghazali mengatakan hati itu mempunyai dua arti. Pertama,  bermakna satu gumpalan daging sebagai mana makna dalam hadist di atas. Yaitu hati adalah sebuah daging yang berbentuk pohon cemara dan terletak pada dada sebelah kiri, di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam. Bila daging dalam tubuh bentuk seperti itu, terdapat pula pada tubuh binatang dan orang-orang yang sudah meninggal. Kedua, hati bermakna luthfur robbani ruhani. Hal ini masih memiliki kaitan dengan daging tersebut. Tetapi luthfur robbani memiliki potensi mengenal Allah S.W.T. Ia mengetahui apa yang tidak bisa dicapai khayalan manusia.  Ia hakikat manusia. Inilah sesungguhnya yang diajak bicaras terhadap makna ini tunjukkan kandungan firman Allah :
 إن في ذلك لذكرى لمن كان له قلب (سورة : ق، أية : 37)    

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempuyai hati.

Kalau yang dimaksud hati di dalam ayat ini adalah hati yang berbentuk pohon cemara, maka hal itu terdapat pada diri setiap manusia. Tapi, jika yang maksudkan itu adalah lutf robbani yang memiliki potensi untuk mengenal Allah SWT,  niscaya hanya ada pada orang-orang tertentu saja dan hubungannya pun tidak dapat dijelaskan melainkan bergantung pada kesaksian (musyahadah) dan menyingkapkan al-‘iyan. Orang-orang tertentu itu adalah mereka yang selalu mensucikan hatinya dari akhlaqur rodzilah (etika yang jelek).  Semakin putih dan bersih hati seseorang,  akan membuat semakin tajam daya tangkapnya terhadap makna dan rahasia kehidupan. Oleh karena itu, hati yang baik akan mengantarkan pemiliknya menjadi manusia yang beretika baik.  Itulah makna kata-kata bila ingin membangun manusia yang berakhlaqul karimah, maka bangunlah hatinya terlebih dahulu. Sebab hati adalah umm (ibu) dari segala kebahagiaan hidup sekaligus menjadi pangkal mala petaka bagi kehidupan manusia yang tidak membangunnya.

Setelah kita mengetahui dari ayat dan hadits bahwasanya hati paling berperan dalam mendorong keberhasilan, maka sebaiknya kita mengetahui selain hati apa saja yang mendorong terciptanya baik buruknya akhlaq. Ibnu Jauzi berkata, “Akhlaq yang bagus itu semuanya kembali kepada kekhusyu’an dan tawadlu’,   sebagaimana Allah mengabarkan tentang keberadaan bumi yang tenang lalu dituruni hujan, maka setelah itu tumbuhlah tumbu-tumbuhan darinya yang  memunculkan manfaat yang  bermacam-macam. Tawadlu’ dengan keberadaan merendahkan diri ibarat bumi yang diinjak. Maka dengan itu diberikan taufiq sehingga bisa dekat dengan sang penciptanya. Seseorang dengan mudah berperilaku sabar, berani menyuarakan kebenaran berawal dari khusyu’ dan tawadlu’. Pendorong yang lain adalah Uluwwul himmah dengan tingginya cita-cita seseorang selalu berusaha menghindari kesenangan diri yang dilarang syar’I, sehingga tercipta dari orang macam ini suatu sifat yang disebut taqwa. Hal ini sebagaimana yang telah terkumpul dalam diri Rasulullah SAW. Beliau telah menjadikan kedua sifat itu sebagai kebiasaan sampai-sampai beliau berdoa untuk diberi khusnul khuluk sebagaimana dalam satu hadist beliau berdoa,
  اللهم اني أسألك الصحة والعافية وحسن الخلق  
Ya Allah, saya memuhon kepada-Mu kesehatan dan afiah dan bagusnya budi pekerti.”

 Jadi, khusnul khuluk itu tidak datang dengan tiba tiba, tidak bisa hanya dengan membaca dan menulis atau mendengarkan ceramah. Namun,  harus ada usaha keras yang  melelahkan dengan kebiasaan dan selalu mengontrol perbuatan dan komitmen yang tinggi sebagaimana meningkatkan diri dari kerendahan menuju keluhuran atau dari kekerasan menjadi kelembutan. Dalam hal ini hanya diri seseorang sendirilah yang dapat menentukan apa yang paling diinginkannya.  Dia pula yang merumuskakan jalan penyembuhannya dengan tahapan-tahapan pembebasan dan mengatasi  setiap hambatan-hambatan hingga terbebas dari sifat-sifat buruk dengan mengkombinasikan usaha dhohir dan batin.

Menukil maqolanya syaikhina KH Maimun Zubair, “Budi itu adalah dhohir dan  pekerti itu adalah batinnya.”  Karena hanya dengan kebiasaan dan selalu mengontrol perbuatan serta komitmen yang tinggi itulah khusnul khuluk bisa terwujudkan. Dengan khusnul khuluki akan berbuah taqwa kepada Allah. Dengan taqwa hubungan antara seorang hamba dan tuhannya bisa bagus. Dengan akhlaq yang mulia hubungan antara seorang dengan masyarakatnya bisa terbina. Dengan taqwa seseorang bisa memperoleh mahabbatullah.  Dengan khusnul khuluq seseorang mendapatkan simpati masyarakat. Pendorong yang lain adalah lingkungan yang baik, karena dengan lingkunganlah seseorang mendapatkan teman penghiburnya sebagaimana nabi bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل (أخرجه أبو داود والترمذي)
“Seserang itu mengikuti agama orang yang ditemaninya. Maka dari itu,  lihatlah salah seorang  dari kamu semua pada siapa dia itu berteman.”

Kalau seorang itu berteman dengan orang sholeh, maka orang itu mudah menjadi sholeh sebagaimana kata pepatah, “Bila seorang itu berteman dengan si penjual minyak wangi, maka seorang itu akan ikut berbau wangi. Sebaliknya, bila seseorang berteman dengan si tukang pande besi,  maka orang itu akan terkena asap apinya. Sudah jelas, kalau baju terkena asap otomatis baunya menjadi tidak sedap. Sebagaimana kata pepatah tersebut teman dan lingkungan  sangat mendorong dalam membangun sebuah karakter manusia.

Penyebab tercetaknya akhlak yang jelek di antaranya adalah sifat sombong (mau menang sendiri).  Sifat ini didorong oleh suatu keinginan yang tidak pernah dikontrol, sehingga si pemiliknya selalu mengumbar  kesenangannya, dan terus menerus keinginannya jadi kenyataan walau memaksa pada hak orang lain. Kalau ada orang lain sukses, maka hati orang macam ini panas hingga ia inggin nikmat orang lain itu hilang dan pindah pada dirinya.  Para ulama’  menamakan sifat ini dengan sifat hasad. Rasulullah SAW menyamakan hasad ini dengan api yang melalap kayu bakar yang ada dalam sekitarnya. Kita juga harus  menjauhi teman yang berakhlak jelek, karena akhlak ini akan menular seperti ucapan Abu A’la Al Ma’ri  dalam syairnya,
 ولا تجلس الى اهل الدنايا فإن خلا ئق السفهاءتعدي
Janganlah kamu berteman dengan orang yang berselera rendah karna akhlak orang bodoh itu menular.”

Pada  zaman sekarang ini seseorang yang ingin berprilaku baik sangat sulit. Hal ini karena musuh-musuh Islam dengan segala cara dan taktik perang yang dilancarkan akan  selalu mengusik umat Islam. Dengan cara yang paling kasar sampai yang paling lembut.  Contoh paling dekatnya adalah televisi yang selalu menyuguhi tayangan yang jauh dari ajaran Islam. Sehingga tanpa terasa anak-anak orang muslim melakukan budaya yang jauh dari agamanya, Selain televisi adalah hand pone, barang kecil yang menjadikan dunia bagaikan daun kelor. Namun negatifnya barang ini bila dipegang seseorang yang tidak kuat agamanya akan gampang terjerumus dalam lubang kemaksiatan. Dalam program hand pone  ini yang serba menggiurkan semisal internet dan facebook yang selalu menawarkan kenalan yang menggoda. 

CATATAN :
 Cara menggapai keluhuran akhlak. 1. Melihat kehidupan Rasulullah SAW dengan membaca buku-buku sejarah secara tuntas. Semisal buku  Sirah Rasulillah safwatussair atau fiqhu assirah atau samail muhammadiyyah. Dan juga menghafalkan hadist-hadist yang mendorong pada akhlak mulia. Dengan demikian akan tampak penyakit yang sekaligus obat penawarnya. 2: Mencari teman yang dapat memberikan nasehat atau saran dengan tulus, mendengarkan dan merenungkan apapun yang mereka katakan tentang kita.  Teman adalah cermin sebagaimana sabda nabi ;
( عن أبي هريرة أنه قال : ( ( المؤمن مرآة المؤمن إذا  رأى فيه عيباً أصلحه

Fungsi dasar cermin adalah memantulkan gambar yang hakiki  dari hadapannya tanpa dilebih-lebihkan. Teman adalah seorang yang berkata jujur tentang kita. Bukan orang yang selalu membenarkan kita sebagaimana kata pepatah ;
صديقك من صدقك لا من صدقك
“ Teman yang sejati ialah orang yang berkata benar padamu bukan orang yang selalu membenarkan ucapanmu.”
 3 :Memperhatikan orang yang tidak menyenagi kita dan suka mengurai kesalahan kita. Dengan  orang yang tidak suka kepada kita akan mengurai tanpa henti. Dan  tariklah kesempatan serta kemanfaatan tersebut. Setelah itu kita bisa memperbaiki kekurangan dan menjadikan hal itu sebagai tanggapan kritik yang disampaikan orng yang tidak senang pada kita.
Renungan
Diceritakan dari Mu’ad bin Jabal bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada.  Iringilah kejelekan dengan kebaikan yang sebagai penghapusnya. Berakhlaklah  dengan manusia dengan akhlak  yang bagus.” Riwayat yang lain menceritakan bahwasanya Mu’ad bin Jabal hendak pergi dia berkata kepada Rasulullah SAW, “ Wasiatilah saya wahai Rasul.”  Rasulullah SAW  bersabda,  “Sembahlah kamu pada Allah dan jangan sampai menyekutukannya.”  Mu’ad berkata,  “Tambahkanlah ya Rasul .” Rasulullah SAW l bersabda, “Konsistenlah kamu dan perbaguslah budi pekertimu.”  Dalam  hadist lain Rasulullah SAW bersabda, “Paling banyaknya sesuatu yang bisa menyebabkan manusia masuk surga adalah bertakwa pada Allah dan bagusnya budi pekerti.”

Kesimpulan :
Kalau kita renungkan ayat dan hadist di atas, yang dimaksud khusnul khuluqi adalah sesuatu yang selalu sesuai dengan anjuran syara’, bukan sekedar seseorang yang cuma bisa diterima oleh semua golongan yang keluar dari ril ajaran syara’.
                                                                                                        by'santri salaf

                             

Waktu, Antara Dzikir&Fikir

                                               "RENUNGAN"
Waktu,antara dzikir dan fikir
Peristiwa pergantian waktu ini ,adalah peristiwa biasa yang setiap saat akan selalu terjadi, Karena kita anggap sebagai sesuatu yang biasa itulah menyebabkan kita enggan untuk sedikit berfikir dan merenung tentang pergantian waktu tersebut.
Selama kita hidup, kalau kita lihat dari dimensi waktu, maka kita akan melalui tiga dimensi waktu, yaitu: waktu lampau, waktu kini, dan waktu yang akan datang, yang masing-masing dimensi  mempunyai nilai tersendiri, dimana kita harus pandai-pandai untuk meletakkan pada proporsi yang sebenarnya. Waktu lampau (Zaman Madhi) adalah waktu yang  telah  kita lewati, dari waktu lampau kita hanya bisa untuk menjadikan cermin,Waktu kini (Zaman Hal) Adalah, kenyataan yang akan dan harus kita hadapi,Sedangkan masa yang akan datang (Zaman Mustaqbal) adalah masa dimana kita bisa meletakkan harapan. Ketiga dimensi waktu tersebut tidak bisa kita pisahkan,keberhasilan kita sekarang akan banyak dipengaruhi oleh usaha kita pada masa yang lalu,  sedangkan keberhasilan kita pada masa yang akan datang ditentukan oleh usaha kita sekarang ini. Bisakah kita di katagorikan orang-orang yang beruntung karena telah menggunakan waktu sebaik-baik mungkin?Ada semacam barometer  yang bisa kita jadikan sebagai acuan, sebagaimana yang disebutkan oleh baginda Rosul, yaitu:  Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia termasuk orang-orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang-orang yang tertipu,dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia termasuk orang-orang yang merugi. Dari katagori di atas kita dapat mengambil kesimpulan, dari tiga dimensi waktu yang mana yang harus kita prioritaskan, yang harus kita manfaatkan dan harus kita isi.
Masa lampau tidak banyak kita berharap karena memang tidak akan pernah kembali, demikian juga dengan masa yang akan datang karena memang belum pasti, maka yang lebih penting adalah masa sekarang,karena sekarang adalah kenyataan. Kalau kita memberikan prioritas pada masa sekarang, berarti kita menekankan pada pemanfaatan waktu sendiri, dalam artian dimasa sekarang ini kita harus memaksimalkan diri untuk  berusaha mengukir prestasi-prestasi dalam karya nyata, adapun tips agar kita selalu optimis dalam berkarya,kita ingat pesan rosul "man jadda wa jada" dan hadist-hadist lain yang bisa menjadi motivator dalam pengembaraan kita dalam rangka menggapai  sejuta prestasi.
Mengenai pentingnya waktu, kita dapat melihat dalam al-quran "Allah bersumpah demi waktu" dan juga banyak hadist-hadist dan kalam hikmah yang menerangkan betapa pentingnya waktu,dalam kitab Muroqil ubudiyah imam ghozali menjelaskan "Waktu itu ibaratkan pedang,maka apabila engkau tidak memotongnya maka dia yang akan memotongmu". Waktu adalah nikmat Allah,memanfaatkan waktu dengan baik berarti mensyukuri nikmat Allah, yang berarti pula Allah akan menambah kenikmatan itu sendiri,menelantarkan waktu berarti  mengkufuri nikmat Allah yang berarti pula kita siap untuk mendapatkan siksa dari ALLah yang amat dahsyat itu sebagaimana yang dijanjikan dalam al-quran. Agar kita dapat memanfaatkan waktu dengan baik sekaligus memanfaatkan masa sekarang yang tengah kita hadapi untuk keberhasilan masa yang akan datang, setidaknya kita perlu berbekal tiga unsur: IMAN,ILMU dan AMAL.ketiga unsur tersebut berbeda namun tidak bisa dipisahkan….demikian, selamat merenung.

                                      

Rihlah Spritual Syaikhina Maimoen Zubair Ke Uzbekistan

KH. MAIMOEN ZUBAIR BERKUNJUNG KE UZBEKISTAN
Pesona Uzbekistan
A.    Pesona keislaman Uzbekistan
  Uzbekistan, Negara dengan ibu kota Samarkandi ini merupakan 1 dari 12 negara muslim pecahan Unisoviet, Negara ini meraih kemerdekaannya setelah Unisoviet kalah dalam persaingan menguasai ekonomi  dengan negeri super power Amerika Serikat, tak pelak Negara-negara yang semula di kuasai oleh Unisoviet berduyun-duyun menyatakan kemerdekaannya setelah Unisoviet kalah.
            Sejak masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, Abassiyah dan masa sahabat, syiar Islam memang belum menyentuh Eropa timur (termasuk Uzbekistan). Menilik sejarah yang ada, Islam masuk ke Daratan Eropa Timur pertama kali di suatu daerah yang berdekatan dengan selat Bardanila, yaitu sebuah  selat di antara Negara Bosnia Herzegovina dan Serbia, kala itu Islam dibawa dan di kembangkan oleh ke kekaisaran Turki Ustmaniyah (Ottoman), tetapi sekalipun Islam telah masuk keranah Eropa Timur, Islam  belum bisa berkembang dan hanya jadi agama minoritas, terlebih setelah Unisoviet menghabiskan diri sebagai negara komunis pada tahun 1927M, anehnya setelah Unisoviet mendeklarasikan kekomunisannya, Islam malah datang dengan sendirinya dan berkembang menjadi agama mayoritas di Checya yang saat itu masih dalam bayang-bayang komunis ala Unisoviet.
Allah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ  (الرعد : 41 )
Setelah Islam menjadi agama mayoritas di checya, Islam pun sedikit demi sedikit masuk ke daerah Unisoviet lainnya, seperti Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Bosnia, Serbia ,Kosovo, Turkmenistan, Albania dan Negara lain di dataran di Eropa Timur, melalui jalan perdagangan dan pendidikan yang kala itu menjadi komoditi yang unggul dalam perannya sebagai sarana penyebaran Islam. Selain Mekkah, Madinah, dan Damaskus yang selam ini menjadi daerah-daerah utama yang berperan besar dalam kemajuan Islam di kancah dunia, ternyata Uzbekistan pun memiliki peran yang tak kalah besar dengan daerah-daerah tersebut dalam peran ikut andil dalam memajukan Islam di berbagai aspek, bukti nyata akan ikut andil nya Uzbekistan dalam kemajuan Islam adalah, munculnya raja yang arif dan bijak sana yang gemar bergaul dengan ulama dan ahli ilmu, Raja Nidhom, itulah nama rajanya. Di masa Raja Nidhom kemajuan Islam sangat nampak dengan berdirinya Madrasah yang di sebut Madrasah An-Nidhomiyah, Madrasah ini di pimpin oleh seorang Imam Agung Bernama Imamul Haromain, tak hanya membangun Madrasah saja, tetapi Raja Nidhom juga menjamin fasilitas dan pangan para pelajar di Madrasah tersebut.
Di antara pelajar yang tertarik akan fasilitas tersebut adalah Imam Abu Hamid Al Ghozali (Imam Ghozali), yang kala itu bertujuan hanya untuk mencari makan di madrasah itu, tetapi kala ilmu telah masuk dalam benak beliau dengan bimbingan dari seorang guru setingkat Imam Haromain, maka Imam Ghozali pun tahu bahwa mencari ilmu itu hanya karena Allah. Hal tersebut termanifestasi dalam kalam hikmah beliau
 طلبت العلم لغيرالله فأبى العلم إلالله      
Di masa yang hampir bersamaan, muncul ulama-ulama lainnya dari berbagai daerah di Uzbekistan, Di Bukhoro’ lahir seorang ahli hadits dengan karyanya yang merupakan kitab terfasih setelah al-Qur’an yaitu Imam Bukhori dengan karyanya kitab Shohih al Bukhori, dari imam Bukhori pula muncul seorang muhaditsin (Hafidz) lain yang juga memiliki karya serupa yang tak lain adalah murid dari imam Ghozali, bernama Imam Muslim bin Hajjaj dengan kitab Shohih Muslimnya. Di Naqsaband muncul seorang tokoh sufi pendiri Tarekat Naqsabandiyah bernama Syeikh Baha’uddin an Naqsabandy, di Jurjany juga muncul seorang ahli nahwu bernama Syeikh abdul Qodir Al Jurjany yang terkenal dengan kitabnya Awamilul Jurjany. Di daerah lain juga bermunculan ulama-ulama terkemuka seperti Imam Nasa’I dengan karyanya Sunan Nasa’I, Imam Ibnu Majjah dengan karyanya Sunan Ibnu Majjah, Imam Tirmidzi dengan karyanya Sunan Attirmidzi, Imam Abi Daud, Ibnu Sina dengan teori kedokterannya yang berawal dari Uzbekistan. Di Samarkand muncul seorang Fuqoha’ terkemuka, seorang murid dari Imam Syafi’I yaitu Imam Abu Laits Assamarkandy. Dan didaerah Thus, muncul seorang hujjatul islam, Imam Abu Hamid Al Ghozali seseorang dengan kemampuan yang luar biasa yang mampu mengarang kitab dengan berbagai aliran ilmu dan memuat berbagai hal yang hampir mencakup semua aspek dalam ilmu agama, yaitu kitab Ihya’ Ulumuddin tak ketinggalan beliau juga seorang faqih hal tersebut dapat terceminkan lewat karya beliau berupa kitab Alwajiz, Alwasith, dan Albasith yang ketiganya merupakan kitab pokok dalam fiqih Mazhab Imam Syafi’I pada masa itu.
Lewat kitab-kitab karya ulama Uzbekistan inilah banyak bermunculan kitab-kitab komentar (Syarah/hasyiah) yang dikarang oleh para ulama-ulama diberbagai belahan dunia seperti Imam Zakaria Al-Anshori (Mesir) dengan karyanya Fathul Wahab yang kalau disilsilahkan masih berhubungan dengan kitab Wajiznya Al Ghozali, begitu juga Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dengan Fathul Barinya yang menjelaskan makna dibalik keindahan kitab Shoheh Al-Buhkhori dan bahkandi Indonesiapun terdapat ulama yang mengomentari kitab-kitab karya ulama Uzbekistan seperti Imam Nawawi Banten dan Syaikh Ihsan Jampes Kediri dan sungguh masih banyak karya ulama-ulama dunia yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama-ulama Uzbekistan
Lewat ulama Uzbekistan pulalah (Imam Ghozali) munculah pahlawan Islam yang bernama Sholahuddin Al-Ayyubie dibalik kesuksesan Al-Ayyubie yang telah membebaskan Baitul Maqdist dari cengkraman kuku-kuku Nasroni Eropa yang berkuasa kurang lebih 100 tahun dan mengembalikanya kepangkuan Umat Islam pada tahun 500 M. lewat pertarungan sengit bernama Perang Salib, Imam Ghozali adalah seorang yang menjadi guru spiritual dari seorang Al-Ayyubie untuk bangkit dan mengembalikan lagi kejayaan Islam di Baitul Maqdist. Al-Ayyubie telah membuktikan kepada dunia bahwa Uzbekistan adalah Negara yang ikut andil besar dalam kemajuan Islam dengan pesonanya yang begitu bersinar.
B.     Pesona yang semakin redup
Di era modernisasi seperti sekarang ini, sedikit demi sedikit membuat Uzbekistan tak mampu mempertahankan pesonanya dan seakan tak pernah tercerminkan sebagai Negara yang memiliki ulama-ulama sekaliber Al Ghozali dll. Syiar keislaman di Negeri ini seakan telah mati dan parahnya Negeri ini telah memisahkan antara Agama dan Negara (skuleris). Disana Adzan tidak diperbolehkan menggunakan pengeras suara. Contoh lain, orang-orang yang menunaikan sholat jama’ah di masjid-masjid kota, tak diperkenankan melakukan sholat qobliah, ba’diah di dalam Masjid semua itu atas dasar rasa toleran dan harga menghargai di antara umat beragama, jadi orang yang adzan tidak boleh memakai pengeras suara karena untuk menghargai mereka yang istirahat dan enggan menunaikan sholat, sedangkan seseorang tidak diperkenankan menunaikan sholat Rowatib (qobliah dan ba’diah) juga atas dasar menjaga hati dan sikap mereka yang tidak melaksanakan sholat Sunnah Rowatib, aneh memang……!!! tetapi hal tersebutlah yang masih terekam oleh kecanggihan ingatan milik Syaikh Al-Kabir Maimoen Zubair tatkala berkunjung di Uzbekistan.
            Dalam ekspedisi ziarohnya kemakam Waliyulloh Syaikh Baha’uddin Naqsyabandy dan Syaikh Hasan Syadzili tersebut, beliau menyempatkan diri untuk singgah dan mampir di Samarkand (setelah sebelumnya beliau ziaroh kemakam dua wali tersebut), disana beliau merasa prihatin dan kaget karena bangunan bekas pesantren dari seorang ulama Naqsaban yang telah dialih fungsikan menjadi rumah busana dengan banyak model peraga yang melenggak-lenggokan tubuhnya diatas catwalk, disamping bangunan tersebut terdapat kolam wudhlu yang masih dibiarkan seperti keadaan aslinya yang menjadi tempat wudhlu para santri yang dulu pernah nyantri di pondok yang sekarang menjadi rumah mode tersebut. Disisi lain terdapat Masjid dengan bangunan yang megah, mungkin saja pemerintah Uzbekistan menutup pesantren tersebut yang dulu menjadi tempat belajar dan ibadah dan mengalih fungsikannya menjadi tempat peragaan busana dan sebagai gantinya pemerintah membangun Masjid yang menjadi pengganti dari pondok tersebut yaitu tempat ibadah dan belajar, hal tersebut mencerminkan begitu mudahnya masyarakat Uzbekistan melupakan peran pesantren bagi Bangsa dan Agama yang dulu kala menjadi titik sentral dalam kemajuan Islam di Uzbekistan.
Tak lupa beliau juga berkunjung kepada salah seorang ulama Uzbekistan, beliau kaget tatkala guru tersebut tidak begitu paham atas perkataan Syaikh Maimoen Zubair yang kala itu menggunakan bahasa Arab, beliau bercanda ”Waah, kiai iki kalah ngalim karo Dawam (Pak Dawam Afandi)” beliau pun paham betul  bahwa pendidikan agama disini telah berkurang dan tidak diperhatikan oleh pemerintah.
            Di lain kesempatan K.H. Maimoen Zubair diundang untuk hadir di suatu tempat yang sebenarnya menurut perspektif fiqih Syafi’iyyah tak layak untuk dihadiri oleh seorang tamu undangan. Sontak beliau pun menolak, tetapi pemandu beliau di Uzbekistan yang bernama Maisyaroh, memohon dengan sangat kepada beliau agar hadir disana dengan ancaman pemecatan bagi Maisyaroh tatkala gagal untuk mengajak beliau hadir dalam acara tersebut. “kerono uwis dhorurot” kata beliau dengan pertimbangan pekerjaan Maisyaroh, beliaupun hadir disana, tetapi anehnya, ketika beliau masuk ke tempat dimana acara tersebut di adakan, perkara yang asalnya tak layak di nikmati dan dimainkan sontak hilang, sehingga menjadikan tempat tersebut sunyi dari perkara-perkara yang diharomkan, hal tersebut mereka lakukan guna menghormati dan menghargai atas kedatangan beliau, mereka semua tunduk dan hormat kepada beliau, artinya kehadiran beliau disana dapat merubah suasana dan status suatu tempat yang asalnya tidak layak di hadiri menjadi hilang mani’nya dikarenakan kehadiran beliau (ket. lihat Fathul Qorib, masalah walimatul ursy) puncaknya tatkala beliau berdoa untuk mengakhiri undangan tersebut, mereka semua mengangkat tangan seraya berucap Amien….., ternyata mereka antusias dengan doa beliau.
            Uzbekistan, walaupun masyarakatnya tidak mencerminkan sebagai masyarakat muslim yang kaffah, setidaknya, walaupun mereka agak awam akan ilmu agama, tetapi mereka masih hormat kepada ahlul ilmi, dan inilah nyawa keislaman ala salaf yang masih tersisa di benak muslim Uzbekistan kini.
Wallohu a’lam……
Di kaji dan di olah dari Mauidzoh K.H. Maimoen Zubair setelah kedatangan beliau dari Uzbekistan.
Reporter ismah 11/12