KH. MAIMOEN ZUBAIR BERKUNJUNG KE
UZBEKISTAN
A. Pesona keislaman
Uzbekistan
Uzbekistan, Negara dengan ibu kota Samarkandi ini merupakan 1 dari 12
negara muslim pecahan Unisoviet, Negara ini meraih kemerdekaannya setelah Unisoviet
kalah dalam persaingan menguasai ekonomi
dengan negeri super power Amerika Serikat, tak pelak Negara-negara yang
semula di kuasai oleh Unisoviet berduyun-duyun menyatakan kemerdekaannya
setelah Unisoviet kalah.
Sejak
masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, Abassiyah dan masa
sahabat, syiar Islam memang belum menyentuh Eropa timur (termasuk Uzbekistan).
Menilik sejarah yang ada, Islam masuk ke Daratan Eropa Timur pertama kali di
suatu daerah yang berdekatan dengan selat Bardanila, yaitu sebuah selat di antara Negara Bosnia Herzegovina dan
Serbia, kala itu Islam dibawa dan di kembangkan oleh ke kekaisaran Turki Ustmaniyah
(Ottoman), tetapi sekalipun Islam telah masuk keranah Eropa Timur, Islam belum bisa berkembang dan hanya jadi agama minoritas,
terlebih setelah Unisoviet menghabiskan diri sebagai negara komunis pada tahun
1927M, anehnya setelah Unisoviet mendeklarasikan kekomunisannya, Islam malah
datang dengan sendirinya dan berkembang menjadi agama mayoritas di Checya yang
saat itu masih dalam bayang-bayang komunis ala Unisoviet.
Allah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ
نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ (الرعد : 41 )
Setelah Islam menjadi
agama mayoritas di checya, Islam pun sedikit demi sedikit masuk ke daerah Unisoviet
lainnya, seperti Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Bosnia, Serbia ,Kosovo,
Turkmenistan, Albania dan Negara lain di dataran di Eropa Timur, melalui jalan
perdagangan dan pendidikan yang kala itu menjadi komoditi yang unggul dalam
perannya sebagai sarana penyebaran Islam. Selain Mekkah, Madinah, dan Damaskus
yang selam ini menjadi daerah-daerah utama yang berperan besar dalam kemajuan Islam
di kancah dunia, ternyata Uzbekistan pun memiliki peran yang tak kalah besar
dengan daerah-daerah tersebut dalam peran ikut andil dalam memajukan Islam di
berbagai aspek, bukti nyata akan ikut andil nya Uzbekistan dalam kemajuan Islam
adalah, munculnya raja yang arif dan bijak sana yang gemar bergaul dengan ulama
dan ahli ilmu, Raja Nidhom, itulah nama rajanya. Di masa Raja Nidhom kemajuan
Islam sangat nampak dengan berdirinya Madrasah yang di sebut Madrasah
An-Nidhomiyah, Madrasah ini di pimpin oleh seorang Imam Agung Bernama Imamul
Haromain, tak hanya membangun Madrasah saja, tetapi Raja Nidhom juga menjamin
fasilitas dan pangan para pelajar di Madrasah tersebut.
Di antara pelajar yang
tertarik akan fasilitas tersebut adalah Imam Abu Hamid Al Ghozali (Imam Ghozali),
yang kala itu bertujuan hanya untuk mencari makan di madrasah itu, tetapi kala
ilmu telah masuk dalam benak beliau dengan bimbingan dari seorang guru
setingkat Imam Haromain, maka Imam Ghozali pun tahu bahwa mencari ilmu itu
hanya karena Allah. Hal tersebut termanifestasi dalam kalam hikmah beliau
طلبت العلم لغيرالله فأبى العلم إلالله
Di masa yang hampir
bersamaan, muncul ulama-ulama lainnya dari berbagai daerah di Uzbekistan, Di
Bukhoro’ lahir seorang ahli hadits dengan karyanya yang merupakan kitab
terfasih setelah al-Qur’an yaitu Imam Bukhori dengan karyanya kitab Shohih al
Bukhori, dari imam Bukhori pula muncul seorang muhaditsin (Hafidz) lain yang
juga memiliki karya serupa yang tak lain adalah murid dari imam Ghozali,
bernama Imam Muslim bin Hajjaj dengan kitab Shohih Muslimnya. Di Naqsaband
muncul seorang tokoh sufi pendiri Tarekat Naqsabandiyah bernama Syeikh
Baha’uddin an Naqsabandy, di Jurjany juga muncul seorang ahli nahwu bernama
Syeikh abdul Qodir Al Jurjany yang terkenal dengan kitabnya Awamilul Jurjany.
Di daerah lain juga bermunculan ulama-ulama terkemuka seperti Imam Nasa’I
dengan karyanya Sunan Nasa’I, Imam Ibnu Majjah dengan karyanya Sunan Ibnu
Majjah, Imam Tirmidzi dengan karyanya Sunan Attirmidzi, Imam Abi Daud, Ibnu
Sina dengan teori kedokterannya yang berawal dari Uzbekistan. Di Samarkand
muncul seorang Fuqoha’ terkemuka, seorang murid dari Imam Syafi’I yaitu Imam
Abu Laits Assamarkandy. Dan didaerah Thus, muncul seorang hujjatul islam, Imam
Abu Hamid Al Ghozali seseorang dengan kemampuan yang luar biasa yang mampu
mengarang kitab dengan berbagai aliran ilmu dan memuat berbagai hal yang hampir
mencakup semua aspek dalam ilmu agama, yaitu kitab Ihya’ Ulumuddin tak
ketinggalan beliau juga seorang faqih hal tersebut dapat terceminkan lewat
karya beliau berupa kitab Alwajiz, Alwasith, dan Albasith yang ketiganya
merupakan kitab pokok dalam fiqih Mazhab Imam Syafi’I pada masa itu.
Lewat kitab-kitab karya
ulama Uzbekistan inilah banyak bermunculan kitab-kitab komentar
(Syarah/hasyiah) yang dikarang oleh para ulama-ulama diberbagai belahan dunia
seperti Imam Zakaria Al-Anshori (Mesir) dengan karyanya Fathul Wahab yang kalau
disilsilahkan masih berhubungan dengan kitab Wajiznya Al Ghozali, begitu juga
Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dengan Fathul Barinya yang menjelaskan makna
dibalik keindahan kitab Shoheh Al-Buhkhori dan bahkandi Indonesiapun terdapat
ulama yang mengomentari kitab-kitab karya ulama Uzbekistan seperti Imam Nawawi
Banten dan Syaikh Ihsan Jampes Kediri dan sungguh masih banyak karya
ulama-ulama dunia yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama-ulama Uzbekistan
Lewat ulama Uzbekistan
pulalah (Imam Ghozali) munculah pahlawan Islam yang bernama Sholahuddin Al-Ayyubie
dibalik kesuksesan Al-Ayyubie yang telah membebaskan Baitul Maqdist dari
cengkraman kuku-kuku Nasroni Eropa yang berkuasa kurang lebih 100 tahun dan
mengembalikanya kepangkuan Umat Islam pada tahun 500 M. lewat pertarungan
sengit bernama Perang Salib, Imam Ghozali adalah seorang yang menjadi guru
spiritual dari seorang Al-Ayyubie untuk bangkit dan mengembalikan lagi kejayaan
Islam di Baitul Maqdist. Al-Ayyubie telah membuktikan kepada dunia bahwa
Uzbekistan adalah Negara yang ikut andil besar dalam kemajuan Islam dengan
pesonanya yang begitu bersinar.
B. Pesona yang semakin redup
Di era modernisasi seperti
sekarang ini, sedikit demi sedikit membuat Uzbekistan tak mampu mempertahankan
pesonanya dan seakan tak pernah tercerminkan sebagai Negara yang memiliki
ulama-ulama sekaliber Al Ghozali dll. Syiar keislaman di Negeri ini seakan
telah mati dan parahnya Negeri ini telah memisahkan antara Agama dan Negara
(skuleris). Disana Adzan tidak diperbolehkan menggunakan pengeras suara. Contoh
lain, orang-orang yang menunaikan sholat jama’ah di masjid-masjid kota, tak
diperkenankan melakukan sholat qobliah, ba’diah di dalam Masjid semua itu atas
dasar rasa toleran dan harga menghargai di antara umat beragama, jadi orang
yang adzan tidak boleh memakai pengeras suara karena untuk menghargai mereka
yang istirahat dan enggan menunaikan sholat, sedangkan seseorang tidak
diperkenankan menunaikan sholat Rowatib (qobliah dan ba’diah) juga atas dasar
menjaga hati dan sikap mereka yang tidak melaksanakan sholat Sunnah Rowatib,
aneh memang……!!! tetapi hal tersebutlah yang masih terekam oleh kecanggihan
ingatan milik Syaikh Al-Kabir Maimoen Zubair tatkala berkunjung di Uzbekistan.
Dalam
ekspedisi ziarohnya kemakam Waliyulloh Syaikh Baha’uddin Naqsyabandy dan Syaikh
Hasan Syadzili tersebut, beliau menyempatkan diri untuk singgah dan mampir di
Samarkand (setelah sebelumnya beliau ziaroh kemakam dua wali tersebut), disana
beliau merasa prihatin dan kaget karena bangunan bekas pesantren dari seorang
ulama Naqsaban yang telah dialih fungsikan menjadi rumah busana dengan banyak
model peraga yang melenggak-lenggokan tubuhnya diatas catwalk, disamping
bangunan tersebut terdapat kolam wudhlu yang masih dibiarkan seperti keadaan
aslinya yang menjadi tempat wudhlu para santri yang dulu pernah nyantri di
pondok yang sekarang menjadi rumah mode tersebut. Disisi lain terdapat Masjid
dengan bangunan yang megah, mungkin saja pemerintah Uzbekistan menutup
pesantren tersebut yang dulu menjadi tempat belajar dan ibadah dan mengalih
fungsikannya menjadi tempat peragaan busana dan sebagai gantinya pemerintah
membangun Masjid yang menjadi pengganti dari pondok tersebut yaitu tempat
ibadah dan belajar, hal tersebut mencerminkan begitu mudahnya masyarakat
Uzbekistan melupakan peran pesantren bagi Bangsa dan Agama yang dulu kala
menjadi titik sentral dalam kemajuan Islam di Uzbekistan.
Tak lupa beliau juga berkunjung
kepada salah seorang ulama Uzbekistan, beliau kaget tatkala guru tersebut tidak
begitu paham atas perkataan Syaikh Maimoen Zubair yang kala itu menggunakan
bahasa Arab, beliau bercanda ”Waah, kiai iki kalah ngalim karo Dawam (Pak Dawam
Afandi)” beliau pun paham betul bahwa
pendidikan agama disini telah berkurang dan tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Di
lain kesempatan K.H. Maimoen Zubair diundang untuk hadir di suatu tempat yang
sebenarnya menurut perspektif fiqih Syafi’iyyah tak layak untuk dihadiri oleh
seorang tamu undangan. Sontak beliau pun menolak, tetapi pemandu beliau di
Uzbekistan yang bernama Maisyaroh, memohon dengan sangat kepada beliau agar
hadir disana dengan ancaman pemecatan bagi Maisyaroh tatkala gagal untuk
mengajak beliau hadir dalam acara tersebut. “kerono uwis dhorurot” kata beliau
dengan pertimbangan pekerjaan Maisyaroh, beliaupun hadir disana, tetapi anehnya,
ketika beliau masuk ke tempat dimana acara tersebut di adakan, perkara yang
asalnya tak layak di nikmati dan dimainkan sontak hilang, sehingga menjadikan
tempat tersebut sunyi dari perkara-perkara yang diharomkan, hal tersebut mereka
lakukan guna menghormati dan menghargai atas kedatangan beliau, mereka semua
tunduk dan hormat kepada beliau, artinya kehadiran beliau disana dapat merubah
suasana dan status suatu tempat yang asalnya tidak layak di hadiri menjadi hilang
mani’nya dikarenakan kehadiran beliau (ket. lihat Fathul Qorib, masalah
walimatul ursy) puncaknya tatkala beliau berdoa untuk mengakhiri undangan
tersebut, mereka semua mengangkat tangan seraya berucap Amien….., ternyata
mereka antusias dengan doa beliau.
Uzbekistan,
walaupun masyarakatnya tidak mencerminkan sebagai masyarakat muslim yang
kaffah, setidaknya, walaupun mereka agak awam akan ilmu agama, tetapi mereka
masih hormat kepada ahlul ilmi, dan inilah nyawa keislaman ala salaf yang masih
tersisa di benak muslim Uzbekistan kini.
Wallohu a’lam……
Di kaji dan di olah dari
Mauidzoh K.H. Maimoen Zubair setelah kedatangan beliau dari Uzbekistan.
Reporter ismah 11/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar