Minggu, 22 Januari 2012

Rihlah Spritual Syaikhina Maimoen Zubair Ke Uzbekistan

KH. MAIMOEN ZUBAIR BERKUNJUNG KE UZBEKISTAN
Pesona Uzbekistan
A.    Pesona keislaman Uzbekistan
  Uzbekistan, Negara dengan ibu kota Samarkandi ini merupakan 1 dari 12 negara muslim pecahan Unisoviet, Negara ini meraih kemerdekaannya setelah Unisoviet kalah dalam persaingan menguasai ekonomi  dengan negeri super power Amerika Serikat, tak pelak Negara-negara yang semula di kuasai oleh Unisoviet berduyun-duyun menyatakan kemerdekaannya setelah Unisoviet kalah.
            Sejak masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, Abassiyah dan masa sahabat, syiar Islam memang belum menyentuh Eropa timur (termasuk Uzbekistan). Menilik sejarah yang ada, Islam masuk ke Daratan Eropa Timur pertama kali di suatu daerah yang berdekatan dengan selat Bardanila, yaitu sebuah  selat di antara Negara Bosnia Herzegovina dan Serbia, kala itu Islam dibawa dan di kembangkan oleh ke kekaisaran Turki Ustmaniyah (Ottoman), tetapi sekalipun Islam telah masuk keranah Eropa Timur, Islam  belum bisa berkembang dan hanya jadi agama minoritas, terlebih setelah Unisoviet menghabiskan diri sebagai negara komunis pada tahun 1927M, anehnya setelah Unisoviet mendeklarasikan kekomunisannya, Islam malah datang dengan sendirinya dan berkembang menjadi agama mayoritas di Checya yang saat itu masih dalam bayang-bayang komunis ala Unisoviet.
Allah berfirman:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ  (الرعد : 41 )
Setelah Islam menjadi agama mayoritas di checya, Islam pun sedikit demi sedikit masuk ke daerah Unisoviet lainnya, seperti Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Bosnia, Serbia ,Kosovo, Turkmenistan, Albania dan Negara lain di dataran di Eropa Timur, melalui jalan perdagangan dan pendidikan yang kala itu menjadi komoditi yang unggul dalam perannya sebagai sarana penyebaran Islam. Selain Mekkah, Madinah, dan Damaskus yang selam ini menjadi daerah-daerah utama yang berperan besar dalam kemajuan Islam di kancah dunia, ternyata Uzbekistan pun memiliki peran yang tak kalah besar dengan daerah-daerah tersebut dalam peran ikut andil dalam memajukan Islam di berbagai aspek, bukti nyata akan ikut andil nya Uzbekistan dalam kemajuan Islam adalah, munculnya raja yang arif dan bijak sana yang gemar bergaul dengan ulama dan ahli ilmu, Raja Nidhom, itulah nama rajanya. Di masa Raja Nidhom kemajuan Islam sangat nampak dengan berdirinya Madrasah yang di sebut Madrasah An-Nidhomiyah, Madrasah ini di pimpin oleh seorang Imam Agung Bernama Imamul Haromain, tak hanya membangun Madrasah saja, tetapi Raja Nidhom juga menjamin fasilitas dan pangan para pelajar di Madrasah tersebut.
Di antara pelajar yang tertarik akan fasilitas tersebut adalah Imam Abu Hamid Al Ghozali (Imam Ghozali), yang kala itu bertujuan hanya untuk mencari makan di madrasah itu, tetapi kala ilmu telah masuk dalam benak beliau dengan bimbingan dari seorang guru setingkat Imam Haromain, maka Imam Ghozali pun tahu bahwa mencari ilmu itu hanya karena Allah. Hal tersebut termanifestasi dalam kalam hikmah beliau
 طلبت العلم لغيرالله فأبى العلم إلالله      
Di masa yang hampir bersamaan, muncul ulama-ulama lainnya dari berbagai daerah di Uzbekistan, Di Bukhoro’ lahir seorang ahli hadits dengan karyanya yang merupakan kitab terfasih setelah al-Qur’an yaitu Imam Bukhori dengan karyanya kitab Shohih al Bukhori, dari imam Bukhori pula muncul seorang muhaditsin (Hafidz) lain yang juga memiliki karya serupa yang tak lain adalah murid dari imam Ghozali, bernama Imam Muslim bin Hajjaj dengan kitab Shohih Muslimnya. Di Naqsaband muncul seorang tokoh sufi pendiri Tarekat Naqsabandiyah bernama Syeikh Baha’uddin an Naqsabandy, di Jurjany juga muncul seorang ahli nahwu bernama Syeikh abdul Qodir Al Jurjany yang terkenal dengan kitabnya Awamilul Jurjany. Di daerah lain juga bermunculan ulama-ulama terkemuka seperti Imam Nasa’I dengan karyanya Sunan Nasa’I, Imam Ibnu Majjah dengan karyanya Sunan Ibnu Majjah, Imam Tirmidzi dengan karyanya Sunan Attirmidzi, Imam Abi Daud, Ibnu Sina dengan teori kedokterannya yang berawal dari Uzbekistan. Di Samarkand muncul seorang Fuqoha’ terkemuka, seorang murid dari Imam Syafi’I yaitu Imam Abu Laits Assamarkandy. Dan didaerah Thus, muncul seorang hujjatul islam, Imam Abu Hamid Al Ghozali seseorang dengan kemampuan yang luar biasa yang mampu mengarang kitab dengan berbagai aliran ilmu dan memuat berbagai hal yang hampir mencakup semua aspek dalam ilmu agama, yaitu kitab Ihya’ Ulumuddin tak ketinggalan beliau juga seorang faqih hal tersebut dapat terceminkan lewat karya beliau berupa kitab Alwajiz, Alwasith, dan Albasith yang ketiganya merupakan kitab pokok dalam fiqih Mazhab Imam Syafi’I pada masa itu.
Lewat kitab-kitab karya ulama Uzbekistan inilah banyak bermunculan kitab-kitab komentar (Syarah/hasyiah) yang dikarang oleh para ulama-ulama diberbagai belahan dunia seperti Imam Zakaria Al-Anshori (Mesir) dengan karyanya Fathul Wahab yang kalau disilsilahkan masih berhubungan dengan kitab Wajiznya Al Ghozali, begitu juga Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dengan Fathul Barinya yang menjelaskan makna dibalik keindahan kitab Shoheh Al-Buhkhori dan bahkandi Indonesiapun terdapat ulama yang mengomentari kitab-kitab karya ulama Uzbekistan seperti Imam Nawawi Banten dan Syaikh Ihsan Jampes Kediri dan sungguh masih banyak karya ulama-ulama dunia yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama-ulama Uzbekistan
Lewat ulama Uzbekistan pulalah (Imam Ghozali) munculah pahlawan Islam yang bernama Sholahuddin Al-Ayyubie dibalik kesuksesan Al-Ayyubie yang telah membebaskan Baitul Maqdist dari cengkraman kuku-kuku Nasroni Eropa yang berkuasa kurang lebih 100 tahun dan mengembalikanya kepangkuan Umat Islam pada tahun 500 M. lewat pertarungan sengit bernama Perang Salib, Imam Ghozali adalah seorang yang menjadi guru spiritual dari seorang Al-Ayyubie untuk bangkit dan mengembalikan lagi kejayaan Islam di Baitul Maqdist. Al-Ayyubie telah membuktikan kepada dunia bahwa Uzbekistan adalah Negara yang ikut andil besar dalam kemajuan Islam dengan pesonanya yang begitu bersinar.
B.     Pesona yang semakin redup
Di era modernisasi seperti sekarang ini, sedikit demi sedikit membuat Uzbekistan tak mampu mempertahankan pesonanya dan seakan tak pernah tercerminkan sebagai Negara yang memiliki ulama-ulama sekaliber Al Ghozali dll. Syiar keislaman di Negeri ini seakan telah mati dan parahnya Negeri ini telah memisahkan antara Agama dan Negara (skuleris). Disana Adzan tidak diperbolehkan menggunakan pengeras suara. Contoh lain, orang-orang yang menunaikan sholat jama’ah di masjid-masjid kota, tak diperkenankan melakukan sholat qobliah, ba’diah di dalam Masjid semua itu atas dasar rasa toleran dan harga menghargai di antara umat beragama, jadi orang yang adzan tidak boleh memakai pengeras suara karena untuk menghargai mereka yang istirahat dan enggan menunaikan sholat, sedangkan seseorang tidak diperkenankan menunaikan sholat Rowatib (qobliah dan ba’diah) juga atas dasar menjaga hati dan sikap mereka yang tidak melaksanakan sholat Sunnah Rowatib, aneh memang……!!! tetapi hal tersebutlah yang masih terekam oleh kecanggihan ingatan milik Syaikh Al-Kabir Maimoen Zubair tatkala berkunjung di Uzbekistan.
            Dalam ekspedisi ziarohnya kemakam Waliyulloh Syaikh Baha’uddin Naqsyabandy dan Syaikh Hasan Syadzili tersebut, beliau menyempatkan diri untuk singgah dan mampir di Samarkand (setelah sebelumnya beliau ziaroh kemakam dua wali tersebut), disana beliau merasa prihatin dan kaget karena bangunan bekas pesantren dari seorang ulama Naqsaban yang telah dialih fungsikan menjadi rumah busana dengan banyak model peraga yang melenggak-lenggokan tubuhnya diatas catwalk, disamping bangunan tersebut terdapat kolam wudhlu yang masih dibiarkan seperti keadaan aslinya yang menjadi tempat wudhlu para santri yang dulu pernah nyantri di pondok yang sekarang menjadi rumah mode tersebut. Disisi lain terdapat Masjid dengan bangunan yang megah, mungkin saja pemerintah Uzbekistan menutup pesantren tersebut yang dulu menjadi tempat belajar dan ibadah dan mengalih fungsikannya menjadi tempat peragaan busana dan sebagai gantinya pemerintah membangun Masjid yang menjadi pengganti dari pondok tersebut yaitu tempat ibadah dan belajar, hal tersebut mencerminkan begitu mudahnya masyarakat Uzbekistan melupakan peran pesantren bagi Bangsa dan Agama yang dulu kala menjadi titik sentral dalam kemajuan Islam di Uzbekistan.
Tak lupa beliau juga berkunjung kepada salah seorang ulama Uzbekistan, beliau kaget tatkala guru tersebut tidak begitu paham atas perkataan Syaikh Maimoen Zubair yang kala itu menggunakan bahasa Arab, beliau bercanda ”Waah, kiai iki kalah ngalim karo Dawam (Pak Dawam Afandi)” beliau pun paham betul  bahwa pendidikan agama disini telah berkurang dan tidak diperhatikan oleh pemerintah.
            Di lain kesempatan K.H. Maimoen Zubair diundang untuk hadir di suatu tempat yang sebenarnya menurut perspektif fiqih Syafi’iyyah tak layak untuk dihadiri oleh seorang tamu undangan. Sontak beliau pun menolak, tetapi pemandu beliau di Uzbekistan yang bernama Maisyaroh, memohon dengan sangat kepada beliau agar hadir disana dengan ancaman pemecatan bagi Maisyaroh tatkala gagal untuk mengajak beliau hadir dalam acara tersebut. “kerono uwis dhorurot” kata beliau dengan pertimbangan pekerjaan Maisyaroh, beliaupun hadir disana, tetapi anehnya, ketika beliau masuk ke tempat dimana acara tersebut di adakan, perkara yang asalnya tak layak di nikmati dan dimainkan sontak hilang, sehingga menjadikan tempat tersebut sunyi dari perkara-perkara yang diharomkan, hal tersebut mereka lakukan guna menghormati dan menghargai atas kedatangan beliau, mereka semua tunduk dan hormat kepada beliau, artinya kehadiran beliau disana dapat merubah suasana dan status suatu tempat yang asalnya tidak layak di hadiri menjadi hilang mani’nya dikarenakan kehadiran beliau (ket. lihat Fathul Qorib, masalah walimatul ursy) puncaknya tatkala beliau berdoa untuk mengakhiri undangan tersebut, mereka semua mengangkat tangan seraya berucap Amien….., ternyata mereka antusias dengan doa beliau.
            Uzbekistan, walaupun masyarakatnya tidak mencerminkan sebagai masyarakat muslim yang kaffah, setidaknya, walaupun mereka agak awam akan ilmu agama, tetapi mereka masih hormat kepada ahlul ilmi, dan inilah nyawa keislaman ala salaf yang masih tersisa di benak muslim Uzbekistan kini.
Wallohu a’lam……
Di kaji dan di olah dari Mauidzoh K.H. Maimoen Zubair setelah kedatangan beliau dari Uzbekistan.
Reporter ismah 11/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar