Minggu, 27 Mei 2012

Bermaksiatlah sesukamu.......

 kemaksiatan yang membuat seseorang merasa hina dihadapan tuhan-Nya kemudian ia bertobat dan merasa butuh kepada tuhan-Nya(iftiqor ila Allah), lebih baik dibandingkan ketaatan yang menyebabkan ia sombong dan jauh dari tuhan-Nya.

   Jika kita permudah kalam hikmah di atas,  mungkin kita boleh memahaminya  dengan cara yang sebegini;
Bagi seorang mukmin yang beriman dan punya makrifat dengan Allah,  jika mereka  mengerjakan maksiat,  mereka tidak melakukannya melainkan  kerana terlalai atau tanpa sengaja untuk mendurhakai Allah.  Hal ini jauh bedanya dengan ahli-ahli ghoflah dan ahli al-hijab yang secara terang-terangan mengerjakan maksiat dan dosa hingga kadang ada di antara mereka yang merasa senang dan berbangga karena dapat berbuat maksiat.
   Orang mukmin yang beriman bukan begitu.  Mereka terjatuh dalam kesalahan;  dan amat menyesali dengan keadaan itu.  Maksiat itu menyedarkan mereka betapa lemahnya diri,  betapa dholimnya diri dan betapa hinanya diri.   Walaupun kedudukan dirinya mulia di sisi manusia atau dirasakan dekat dengan Allah sebelum itu,  dengan amal taat yang banyak,  dengan kebajikan yang melimpah,  namun sekali mereka terjatuh di dalam dosa,  mereka sadar semua amal taat dan kebaikan yang dikerjakan itu tidak bisa membentengi mereka  dari terjerumus ke dalam maksiat.
   Timbullah rasa hina dan iftiqor diri yang tidak pernah dirasakan selama waktu ia mengerjakan amal taat sebelumnya.  Memang lumrahnya,  jarang sekali seseorang yang senantiasa berada dalam amal-taat tidak merasa dirinya baik dan mulia di sisi Allah, karena ia merasa dirinya sosok yang ahli taat.  Mereka merasa aman dan selamat bila memandang kepada amal kebajikan yang telah dilakukannya,   mereka merasa dekat  dengan Tuhan-Nya yang mana semua rasa-rasa dan kecenderungan ini semuanya tanpa disadari telah mengembang-biakkan sifat ego dan keangkuhan diri.
   Tetapi maksiat yang mengenai hamba yang sadar diri,  akan menyentak lamunan mereka, dan mereka tetap merasa hina dan dholim  di sisi Allah sebagai seorang hamba yang lemah.  nurani mereka akan meronta untuk segera bangkit dan kembali menghadap kepada Allah.  Hal ini adalah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan ahli taat yang sentiasa memakai pakaian kemuliaan dan kebesaran karena merasa dirinya punya kebaikan dan kelebihan dengan amal taatnya.
   Maka maksiat yang menimbulkan rasa hina dan iftiqor itu terlebih baik daripada taat yang mewariskan rasa mulia dan kebesaran diri.  Ini semua adalah, karena seseorang yang merasa dirinya hina dan dholim dihadapan Allah, sesungguhnya ia adalah seseorang yang telah kembali kepada sifat Ubudiyah sebagai seorang hamba;   tidak sebagaimna ahli taat yang seringkali mendakwa sifat-sifat Ketuhanan(Rububiyah) seperti merasa baik,  mulia,  tinggi kedudukan,  hebat diri dsb.
Dengan demikian,  perlu ditegaskan di sini,  yang terpuji dalam maksiat itu ialah maksiat yang menimbulkan rasa hina dan iftiqor yang menyebabkan seseorang bertobat dan kembali kepada Allah swt,  bukan  maksiat yang dilakukan oleh ahli maksiat yang hanyut dan angkuh dengan kesombongan dirinya yang jahil terhijab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar